Tulisan ini bukan bertujuan untuk menggurui namun berusaha untuk mengajak kita bersama merenungi sejauh mana diri kita dapat menaklukan ego diri kita sendiri.
Sengaja di paragraf awal dituliskan demikian untuk mengantisipasi tudingan penulis yang masih juga belajar dalam mengarungi dan memaknai berbagai hal di hidup ini layaknya membaca dan merenungi setiap bait dan lembar yang ada di dalam kitab suci.
Perjalanan paling jauh umat manusia bukanlah perjalanan yang menempuh berkilo-kilo meter jaraknya baik melalui jalur udara , darat maupun laut. Namun perjalanan paling jauh dalam diri manusia ialah bagaimana dirinya mengenali diri sejati maupun ego pribadi yang tersimpan pada diri sendiri.
Seringkali manusia lupa bahwa dirinya dikendalikan oleh ego sehingga membuat banyak perselisihan dan pertengkaran yang terjadi dan menyimpan dendam kesumat di dalam hati. Dendam yang disimpan, acapkali tidak membuat hati menjadi lega atau plong justru dengan adanya dendam, hidup manusia seakan terbebani.
Lalu bagaimana menghilangkan dendam yang ada di dalam diri sendiri? Nah, jika pertanyaan itu muncul, maka siapkah kita berjiwa legawa dan ikhlas lahir batin memaafkan orang yang membuat kita kecewa, marah dan berselisih dengan kita? Tidak mudah memang daripada hanya menuliskan kata per kata seperti tulisan ini.
Selama diri kita masih punya gengsi dengan orang lain yang berselisih paham atau menyakiti kita hati kita, otomatis memaafkan itu hanyalah sebuah mitos. Tapi sampai kapan kita akan memberikan makanan terhadap ego kita yang tidak selaras dengan vibrasi semesta?
Yup, dendam merupakan sebuah energi negatif yang jika disimpan maka dalam hati kita maka akan berebenturan dengan keinginan kita untuk maju sehingga tidak dapat selaras dengan energi semesta.
Bagaimana mau maju, wong kita memancarkan energi negatif di dalam diri kita sehingga gelombang inilah yang diterima oleh semesta yang akan dipantulkan kepada diri kita manusia. Kekacauan akan terjadi sehingga kita pun akan stuck atau bertahan lama pada posisi kita saat ini dengan hanya mengalami sedikit perubahan tak berarti.
Namun apabila kita memaafkan orang lain, mengampuni segala hal buruk yang pernah mereka lakukan terhadap kita maka vibrasi yang dikeluarkan dalam diri manusia pun adalah energi positif. Tentunya hal ini akan selaras dengan vibrasi energi yang akan dipantulkan oleh semesta kepada diri kita.
Kekuatan memaafkan orang lain dan mensyukuri segala hal yang terjadi membuat vibrasi semesta bekerja dengan lebih lancar tanpa adanya gangguan atau benturan energi negatif yang tersimpan dalam diri manusia. Selain itu suasana hati pun akan lebih lega dan ceria seakan tidak mempunyai beban rasa tidak suka terhadap orang yang telah berselisih paham dengan kita.
Tentu untuk mencapai tahap perenungan memaafkan orang lain yang berselisih dengan kita tidaklah muda. Namun, tidak ada salahnya kita mulai mengingat kembali orang-orang yang telah berselisih paham dengan kita dan mulai mengurai dengan jernih persoalan apa yang sebenarnya terjadi dan membuat akhirnya sakit hati itu terjadi.
Betapa gagah dan kerennya diri kita bila bisa menaklukan rasa gengsi dan mulai memaafkan orang yang pernah berselisih paham dengan kita. Sebagaimana banyak orang bijak yang mengatakan bahwa, “mengampuni kesalahan orang lain bukan untuk orang lain itu sendiri melainkan untuk ketentraman hidup kita.”
PENULIS
Langit Sendja Aquinas
Seorang penulis jalanan yang tinggal dan lahir di sebuah kota S di Jawa Tengah
yang mulai padat penduduknya. Aktivitasnya sehari-hari adalah jalan-jalan tak tentu
