Rabu, Desember 24, 2025
No menu items!

Catatan Solo Mime Parade 2013

Must Read
jelatadotco@gmail.com
jelatadotco@gmail.comhttps://jelata.co/
jelata.co adalah media untuk masyarakat yang suka bekerja dan berkarya.

Paling tidak, belum ada seseorang atau kelompok kesenian (pantomim) yang melakukan gerakan keseniannya sampai kini seperti yang dilakukan Bengkel Mime Yogyakarta. Kelompok ini merilis program terkini dengan menu workshop hingga pementasan di dalamnya. Gagasan ini membawa Bengkel Mime melakukan perjalanan dari kota ke kota, khususnya kelompok-kelompok teater kampus.

Kali ini, gagasan “pemasyarakatan” pantomim tersebut tiba di Kota Solo. Bulan Maret 2013 kemarin, mereka mengawali workshop pantomim yang mengikutsertakan anak-anak teater kampus dari beberapa beberapa perguruan tinggi di Solo Raya. Dari workshop itu memunculkan karya-karya pantomim yang dipentaskan, Rabu 26 Juni 2013, kemarin. Bagi sebagian peserta workshop (penampil), istilah pantomim mungkin sudah pernah atau sering mereka dengar.

Bisa jadi pantomim telah menjadi bagian menu latihan pada kelompok masing-masing. Tetapi, dipastikan mereka jarang atau bahkan belum pernah sama sekali melakukan proses pementasan pantomim. Hal itu juga mungkin membuat karya-karya malam itu hampir sebagian tampil sebagai pantomim yang biasa atau klasik. Karya-karya pantomim yang disuguhkan sebenar-benarnyalah sajian peniruan belaka  atas perilaku tindakan kehidupan sehari-hari. Bahkan, mereka tidak jarang sengaja berupaya meraih kelucuan belaka, sebagai fungsi lain dari pantomim sebagai hiburan.

Teater Teras (Univet Sukoharjo) dengan lakon “Tempat Peraduan” jelas sekali mengeksploitasi aktivitas di kakus (WC) sebagai kelucuan. Tindakan dan suara orang buang hajat yang dibuat hiperbola berhasil memancing tawa penonton. Padahal, kemunculan tokoh hansip galak dan Nyonya Besa dalam lakon itu adalah untuk memunculkan kesewenang-wenangan “penguasa”, yang menggusur “tempat hajat hidup orang banyak” sangat menarik. Namun, kekuatan teks semacam itu telah tertutup eksploitasi suara kentut.

Kekuatan teks juga dimunculkan oleh Teater Sirat (STAIN Surakarta) dengan lakon “Adam Terlarut Sa’at”. Lakon ini tentang kegelisahan sang lelaki atau Adam menghadapi kehidupan dengan segala kegiatan. Semuanya menciptakan kepenatan pada akhirnya. Hidup Adam seolah mengendalikan segalanya. Padahal, sesungguhnya ia juga dikendalikan segalanya. Adam berhasrat untuk bebas dari segala rutinitas. Sehingga, penonton disuguhi sajian mereka sekadar seperti penyanyi lips sing atau penari latar lagu-lagu pop. Para pemeran lelaki (Adam) terbukti menemukan keasyikannya dan kebebasannya sendiri, tetapi belum tentu untuk penonton. Kekuatan teks mengalami degradasi ketika mewujud menjadi pertunjukan (pantomim).

Derajat isi dari teks yang mengalami penurunan juga dialami oleh Kelompok Teater Tesa (FSSRD UNS). Lakon dengan judul puitik, “Kotak Kenangan dan Pintu Harapan” itu memang inginnya ditampilkan serius dan intens. Bahkan, seluruh pelaku begitu menampilkan kesungguhan mereka. Namun, lakon yang mengungkap tentang kenangan beserta rasa sakit dan kehilangan itu menjadi “komedi situasi.” Para pemain belum selesai memahami segala rasa dan gerak keseharian, sehingga yang tampil bahkan bukan gerak natural atau stilisasi. Peniruan gerak itu belum berhasil. Penonton juga terasing dengan gerakan-gerakan yang dihadirkan di atas panggung. 

Beberapa teks penampil di atas cukup serius dan menarik, tetapi mereka mengalami kegagapan ketika hadir di atas panggung. Apakah pilihan naskah mereka tidak tepat? Apakah pemahaman mereka terhadap teks hanya singgah di kepala, tetapi tidak mengalir menjadi gerakan yang menarik untuk dilihat? Sehingga, terjadi kekaburan-kekaburan dalam gerakan.

Barangkali sajian yang “sangat bersahaja” adalah penampilan Teater Cekal (UNISRI) dalam lakon “Njiplak”. Mereka memilih judul yang singkat dan mudah dipahami siapapun. Demikian juga isi teks dan sajian mereka di atas panggung sangat mudah dipahami penonton. Oleh karena “terlalu enteng” itulah mungkin menyebabkan lakon “Njiplak” kurang memiliki daya tarik. Terlalu biasa.

Teks menjadi kekuatan dalam sebuah sajian pantomim. Tubuh dan mimik juga menjadi media penting bagi sebuah tontonan pantomim. Keduanya harus berisi dan siap. Tidak masalah teks itu berisi sesuatu yang “berat dan puitik” atau “sangat komik”, asalkan bisa tersampaikan dengan baik oleh tubuh yang siap.

Teater Cekal, Teater Sirat, Teater Teras, dan Teater Tesa telah membuktikan bahwa mereka adalah kelompok teater kampus yang mampu menghadirkan repertoar pantomim di hadapan publik.  Mereka diharapkan tidak berhenti di sini. Kelompok teater kampus masih menjadi kekuatan kegiatan teater (pantomim) hingga kini. Mereka harus didukung dan diberi kesempatan terus-menerus untuk menghadirkan karya-karya kreatif selanjutnya.

Penulis

YE.Marstyanto. Seniman asal Surakarta.Pendiri Kentrung Rock’n Rool

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

CATATAN PERJALANAN BENGKEL BENGKEL MIME KE TIMUR #1

Komunitas di Kudus dan Romo Ipeng Catatan ulang memahami, mengerti dan menyirami Latar Belakang lahirnya gagasan "Mandala Indoneis Cinta" Bengkel...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img