BULAN SEMPURNA DI WAJAH LAUT
Akhirnya kita berhenti di sini
Sebuah pantai kecil yang sepi
Lengkap dengan serakan sampah
Seperti rumah kita yang kerap pecah
Dan berhamburan sampai ke halaman
Bulan menggantung di langit
Dan bulan di muka ombak
Sementara lampu kamar kita masih nyala
Menunggu tubuh kita berbagi permaafan
Yang kini sesuram ufuk itu
Begini akan jadinya dua tubuh
Yang terus dirongrong luka dan trauma
Dari masa kecil yang jauh
Yang terus membisikkan ragu
Di antara cumbu dan rayu
Ombak memang setenang itu
Tapi laut tetaplah dalam, dan berbahaya
Di permukaannya, bulan hanyalah ilusi
Sisa dinihari seperti sihir
Menyempurnakan obsesimu
Sementara aku hanya hening
Kau juga geming, sebelum
Pelan tanggalkan semua baju
Dan terjun merengkuh bulan itu
2025.
RENCONTRE SUR LE MONT UNGARAN
: Lianna PSM
Kutemui dirimu
Di atas kabut tipis
Yang rebah di bukit Lawe
Saat bising kota Semarang
Mulai penyap di ujung kepala
Engkau begitu lembut
Dan murni seperti Asi
Yang deras memancar
Dari puting Kwan Im Pou Sat
Di Pagoda Avalokitesvara
Dadaku mekar
Bersama kupu-kupu
Mengejar bola matamu
Demi setetes cahaya
Untuk dahaga di dada
Yang terlampau coklat
Angin yang berpusing di tubuhku
Pernah membawaku ke luar pulau
Karenanya, kusandarkan tubuhku
Kini pada akar yang pejal dan liat
Menyembul di atas tanah
Seperti ingatan akan rumah ibu
Yang menjadi begitu karib
Aku memelukmu, diriku yang lain
Yang lama kutinggalkan
Di sebawah Trembesi
Aku memelukmu
Bersama awan yang terus pudar
Di seluruh bukit dan langit
Aku memelukmu
Bersama matari terbit
Di puncak Ungaran
Kau memelukku, kekasihku
Seperti sebuah cover memeluk buku
Dalam ransel lusuh di punggungku
2025.
HYMNE EKSISTENSIALIS
: Lianna PSM
Kekasihku, engkau masa depan
Tersimpan rapi
Dalam balutan daging
Masa kini
Apakah yang lebih bijak
Selain presensi?
Apakah yang lebih kuning
Selain kulitmu
Tatkala kau peluk
Tubuhku
Penuh seluruh
Karib dan intim?
Kekasihku, engkau sebuah pesawat
Meluncur dari kepalaku
Bersama benih angin
Bersama cermin retak
Dalam koper cekung
Yang kau lempar
Ke ujung pelupaan
Meluncur dari kepalaku
Ke dalam palung hidup
Memburu kematian
Tanpa rasa takut
Sampai ujung nasib
Sampai sebab penghabisan
Kekasihku, apabila hantu-hantu
Meneror hari-harimu
Akan kusapu halaman rumahmu
Dari dedaun dan reranting kering
Sebelum membakarnya
Dengan api sanggama
Hingga menjadi cahaya
Yang mengusir mereka
Kekasihku, kaulah khuldi
Yang kutelan di bawah matari
2025.
LACRIMOSA
: Buat Bapa
Hari itu akan datang
Ketika tubuhmu tersalibkan
Bersama seluruh bayangan
Yang pernah kau ciptakan
Tepat saat semua pertanyaan
Yang bersarang di kepalamu
Justru berakhir di pangkal
Lidahmu sendiri
Serta merta iman menjadi
Imam bagi sebuah requiem
Ampunilah ia yang pernah
Mengusirmu dari kebun itu
Semata demi sebuah jarak
Dan solilokui yang akan
Menciptakan ceruk bagi
Perjumpaan agung itu
Untuk meneguhkan dirinya
Sendiri
Sebab, ia hanya mewarisi
Rumah lapuk dan guyah
Tanpa sepantik pun damar
Terbata ia membuka mata
Untuk melihat dunia yang buram
Dan menjadikannya martir
Dari takdir yang getir
Ia telah memberimu Amaranth
Yang harus terus kau bawa
Berlari pasca kenaikannya
Dari tangga terakhir cobaan
Dan kau adalah dosa
Yang harus kau selesaikan
Sendiri tanpa perlu mewariskannya
Pada anak-anakmu nanti
2025.
Penulis

Ridwan KH
Penyair dari Magelang yang hobby mengaransemen musik untuk puisi-puisi. Puisi dan cerpennya tersebar diberbagai media massa.
Komentar
Penyair justru terasa lebih berhasil pada puisi persembahan dan sifatnya personal. Bahasa dan diksi terasa lebih hidup dan memiliki fungsi. Peristiwa terasa intim, dekat dan akrab sekaligus memberi atensi pada pembaca. tema yang sederhana justru terasa lebih tergali dibanding puisi yang mencari-cari diluar diri penyair.
Indrian Koto, Redaktur Puisi







Terima kasih, Bung Andy dan Mas Indrian Koto.
Silakan kunjungi Chanel yang berisi beberapa Lagu Puitik saya. 👇🙏
https://youtube.com/shorts/PAu4oGc1_hE?si=Qyy_JbbIt_EOy7uY