Secara kasat mata kita semua mengetahui bahwa ini merupakan sebuah karya seni grafis yang dicukil pada papan kayu. Sebuah papan kayu industri yang dicukil kemudian dicetak di atas kertas dengan edisi, karya ini memiliki edisi 2/4. Artinya, ini adalah cetakan kedua dari 4 edisi yang dihasilkan dari 1 plat papan kayu yang diukir.

Karya ini menjadi kenang-kenangan bagi saya saat memandu acara pembukaan “Duo cetak gembira”oleh Syahrizal Palevi dan Petrus Chrisna di G-Print studio Ngampilan Yogyakarta pada tanggal 6 September hingga 8 September 2024.
Dalam sambutannya, Gunawan Bonaventura selaku pemilik G-Print Studio mengapresiasi pameran dan workshop grafis tersebut, dan menyatakan bahwa mulai tahun depan, G-Print Studio akan lebih memprioritaskan pameran-pameran seni grafis. Hal ini dikarenakan sudah banyak art space dan galeri lain yang menampilkan pameran seni rupa dan media baru.

Dalam pameran “Duo cetak gembira” ini, mereka adalah para pionir seni grafis dengan teknik dan keahlian yang unik. Syahrizal Palevi adalah seorang pejuang seni grafis Yogyakarta, meskipun latar belakangnya dari jurusan seni lukis.
Ia telah bertahun-tahun berdedikasi pada seni grafis, dengan mendirikan Teras Print, Miracle Print studio bersama rekan-rekannya, serta menyelenggarakan pameran grafis internasional (JIMB), workshop, dan gerilya seni grafis untuk memasyarakatkan seni grafis.
Jika ia hidup pada zaman dinasti Syailendra, pastinya ia akan diangkat sebagai guru bagi para putera mahkota dan diberikan penghargaan oleh Raja berupa tanah perdikan yang dapat dikelolanya tanpa membayar upeti pada raja.

Kisah hidupnya akan terukir dalam relief candi sebagai seorang pertapa seni grafis. Namun, sayangnya, ia hidup di era modern saat ini yang masih belum sepenuhnya menghargai seni grafis, terutama seni grafis kayu.
Dalam karya “Daughter in Tosca”ini terdapat warna hijau gelap kehitaman di belakang kepala, warna biru tua dan muda yang membentuk sebuah objek wajah gadis yang dibalut dengan warna tosca, dihiasi dengan garis-garis cukilan ekspresif dan cahaya yang ditangkap dengan meninggalkan warna putih polos pada kertas.
Ya, gadis remaja ini tidak lain adalah putri dari Palevi. Meskipun tidak jelas apa yang menjadi latar belakang karya ini, namun karena objek tersebut adalah figur anak perempuannya sendiri, saya dapat sedikit memahaminya.
Kekhawatiran seorang orang tua terhadap perkembangan anaknya, yang saat ini tumbuh menjadi gadis dari generasi Z. Sebagai seorang kakak yang juga memiliki seorang adik perempuan, saya juga merasakan kekhawatiran yang sama.

Pertumbuhan dan pemahaman mental yang dipengaruhi oleh media sosial, gaya hidup hedon, dan perilaku impulsif tanpa pertimbangan panjang, seringkali terpapar di media sosial. Meskipun di sisi lain, banyak prestasi kreatif dari generasi Z, namun sayangnya tidak selalu mendapat sorotan dan perhatian yang layak.
Bagi perusahaan modern saat ini, mereka sering kali mengeluh ketika merekrut generasi Z sebagai karyawan atau mitra kerja. Alasannya, generasi ini memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi, memiliki sikap yang kurang dewasa, dan sering memerlukan pemulihan mental untuk kesehatan jiwa. Serta belum siap secara profesional namun menginginkan liburan dan imbalan finansial yang besar.
Hal ini menjadi masalah, dan terdapat banyak faktor penyebabnya; mulai dari kualitas pendidikan, kurangnya pembentukan karakter dan budi pekerti, kurangnya perhatian dan bimbingan dari orang tua, hingga dampak dari perkembangan teknologi digital dan lingkungan global yang semakin kacau.

Generasi ini dengan cepat menyerap teknologi digital namun sering kali mengabaikan kemampuan manual yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Banyak anak muda yang dapat mengoptimalkan dan memanfaatkan teknologi digital saat ini, namun juga banyak yang terjebak dalam gaya hidup hedonistik.
Sejumlah mahasiswa terjebak dalam utang online dan perjudian daring, serta berbagai kasus lainnya.Tidaklah tepat untuk menyalahkan atau membenarkan perkembangan ini. Namun yang lebih penting adalah bagaimana orang tua dapat menjadi teman, sekaligus pembimbing bagi anak-anak mereka.
Mendampingi, mengarahkan, dan membentuk psikologi anak-anak agar menjadi pribadi yang berbudi pekerti, kuat, dan tangguh. Karena rasa sakit dan kepahitan adalah bagian dari proses pembelajaran, yang akan mengajarkan kita tentang keindahan hidup dan bagaimana menjaga kesehatan fisik dan mental.

Tentu saja, ini hanyalah pandangan pribadi saya dan tidak menuntut pengakuan atau persetujuan dari pihak manapun. Sebagai penutup, mari kita mulai mengapresiasi seni grafis. Dengan membeli karya seni grafis, kita secara tidak langsung telah mendukung kelangsungan ilmu dan keluarga para seniman grafis. Semoga akan lahir karya-karya seperti “Daughter in Tosca” ini dan memberikan kita inspirasi juga makna kehidupan yang lebih dalam.
Penulis
Meuz Prast

Seorang perupa muda asal Yogyakarta, aktif berpameran, baca puisi dan memandu acara seni, juga menulis ulasan pameran. Sering mengisi ilustrasi cerpen Kompas, cover buku Kepustakaan Populer Gramedia dan beberapa karya sebagai cover buku antalogi Puisi.
Ig : @meuzprast Email: meuzprast@gamil.com