18 Juni, enam belas tahun lalu bapak saya dipanggil Tuhan. Namanya Pak Giyar, dulu selepas Sekolah Pendidikan Guru, dia melanjutkan kuliah di Jurusan Sejarah di Sanata Darma Yogyakarta.
Kuliah, bagi orang kampung adalah hal yg begitu mewah. Painah, ibunya, bersikeras mengubah nasib keluarga dengan menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin.
Saya pernah dengar cerita dari paman: seorang Juragan kaya di kampung pernah mengingatkan agar rencana mengkuliahkan Giyar muda dibatalkan saja daripada memberatkan. Bukan pendapat yang jahat rasanya, realistis.

Giyar muda tetap kuliah. Namun, belum selesai kuliah, dia dan teman-temannya membuat keputusan menakjubkan: mendirikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kampung kami. Kelas nebeng di beberapa lokasi, sebuah kapel kecil, rumah warga dan pendopo milik seorang pegawai administrasi Universitas Gajah Mada (UGM), Hadisumarto.
Hadisumarto punya anak perempuan, menikah dengan Giyar muda. Dan jadilah saya ini 😄.
SMP yang Giyar dirikan bersama teman-temannya saat ini masih tegak berdiri, dan menjadi salah satu SMP terbaik di kabupaten Sleman. Saya adalah salah satu lulusannya dan ada ribuan lulusan lain yang saat ini menjadi pemimpin ataupun pejuang di ladang-ladang kehidupan.
Saya adalah produk kesadaran atas pendidikan. Bayangkan jika Painah (yang sampai akhir hayatnya buta huruf) mendengar kata Juragan kaya?
Oh iya, anak Painah yang lain, adalah seorang Doktor psikologi yang pernah menjabat rektor di sebuah kampus ternama di Jawa Tengah.
–
Yohanes Giyarno, inspirasi nyataku, istirahatlah dalam kekal damai.
Chatarina Painah, terima kasih sudah yakin pada suara kecil di hatimu.
Ditulis oleh:

Yosep Anggi Noen
Sutradara film, lahir dan dibesarkan di Sleman Barat, Yogyakarta. Sekarang tinggal di pinggiran sawah, sebuah kampung di Blahbatuh, Gianyar, Bali.