Banyak peristiwa di sebuah tempat yang dapat ditangkap menjadi cerita, lalu diangkat ke dalam seni pertunjukan: Pantomim.

Demikianlah yang dialami oleh beberapa penampil dalam acara Solo Mime Parade#3 Ber-gerak Ber-ide (8/10/2024), di Pendapa Wisma Seni Taman Budaya JawaTengah (TBJT).
Pada repertoar pantomim berjudul Halte yang ditampilkan malam itu misalnya, dua orang penampil yakni Saiful dan Yustinus Popo memerankan dua karakter berbeda yakni seorang anak muda dan orang tua di sebuah halte.

Keduanya sama-sama menantikan kedatangan bus yang akan ditumpangi.
Disepanjang penantian keduanya, banyak kisah yang disajikan dan penuh dinamika canda tawa. Uniknya, pantomim yang biasa menggunakan riasan wajah bedak putih, digantikan dengan menggunakan topeng yang berkarakter.
Yustinus Popo yang ditemui usai pertunjukan, mengakui pentas berjudul Halte tersebut tersinpirasi oleh sebuah pertunjukan dari luar negeri yang ia tonton di media sosial.

“Saya berpikir bagaimana menampilkan bentuk pertunjukan pantomim dengan tidak menggunakan riasan wajah seperti biasanya.” Ujar Popo.

“Maka ketika di sekolah ada banyak topeng hasil karya dari siswa yang tidak digunakan, maka saya berpikir supaya topeng ini bisa berguna. Dan akhirnya setelah saya bersihkan dan tambah beberapa sentuhan, topeng ini saya gunakan untuk pementasan.” Lanjut bapak dua anak yang juga seorang guru di sebuah SMA kota Solo.
Lain lagi yang ditampilkan oleh Andy SW, pertunjukan pantomime yang diberi judul Kasih Sayang itu, menceritakan bagaimana kasih sayang bisa dihadirkan dimana saja tidak melulu persoalan kasih sayang romansa antara perempuan dan laki-laki. Andy menghadirkan gerakan-gerakan lembut penuh makna seperti menimang bayi yang coba ia resapi dengan kedalaman perasaan.

Sementara itu pada penampil terakhir dari Teater Sirat berjudul Fish Sovereignty menghadirkan kisah kehidupan binatang-binatang laut. Gerakan-gerakan mahluk hidup di dalam perairan coba diperagakan oleh dua orang penampil. Gelak tawa pun muncul ketika para penonton melihat aksi lucu dari keduanya yang mencoba menggambarkan hewan-hewan di dalam laut.

Selain tiga judul pantomim di atas masih ada empat judul pantomim yang disajikan secara tunggal maupun berdua. Empat judul tersebut adalah Menanti Hayati, Tebang, Sekar yang dimainkan tunggal oleh, Rio (Solo Mime Society), Fuad (Teater Sirat) dan Alviola (Teater Soekamto) dan Isi Pikiranku dimainkan oleh Ardin dan Yusup.
Masing-masing karya mempunyai nilai-nilai yang ingin dikomunikasikan kepada penonton. Karya Tebang mengangkat isu tentang kerusakan ekosistem karena ulah manusia. Karya Isi Pikiran sebuah pandangan kritis yang menonjok kehidupan manusia modern karena rutinitas kerja. Mereka lupa diri dan segalanya hingga masa tuanya merasa di-sia-sia-kan. Sementara Menungggu Hayati dan Sekar berkisah seputar dunia remaja yang kadang romantis sekaligus konyol baik di rumah maupun sekolah.


Solo Mime Parade#3 yang dibuka dengan Umbul Donga, dibawakan oleh Aan Kenthut Kelana dan Yona Rdd, di dukung oleh banyak pihak. Diantaranya Omah Art Turah, Sugeng Yeah, Melati Suryodarmo, Taman Budaya Jawa Tengah, Daniel La, Afif Farosa, Toko Kerja Keras, Jelata.co, Djarot B Darsono, dan Sanggar Seni Kemasan. Juga para penonton yang telah meluangkan waktunya untuk mengapresiasi karya para seniman pantomim.
Semangat Bersama

Membunyikan kembali seni yang identik dengan kesunyian di atas panggung ini pun, coba kembali dilakukan oleh para pegiat seni pantomim yang tergabung dalam Solo Mime Society.
Gelaran Parade Pantomime sebenarnya sudah ada sejak tahun 2013 dan 2014, tetapi sempat berhenti dan vakum selama sepuluh tahun karena kesibukan para personilnya. Juga tidak adanya intensitas kegiatan pantomim yang memantik api kreatvitas untuk mewujudkan Solo Mime Parade.

Andy SW, yang juga inisiator dari acara Solo Mime Parade mengungkapkan latar belakang kembali diadakannya latar belakang acara.
“Saya mencoba kembali membangun sistem tanpa ada tendensi apa pun.” Papar Andy.
“Wong saya kadang berpikir, kenapa juga ya saya susah-susah dari Jogja kemudian mengumpulkan komunitas-komunitas untuk berlatih pantomim, padahal terkadang tiba-tiba banyak yang pamit dan tidak datang latian?!” curhat Andy kemudian.

Tapi keresahan yang sempat dirasakan oleh Andy, ia tepis dengan mencoba menularkan daya hidup untuk kembali mendekatkan pantomim kepada para penontonnya.

Terbukti dalam gelaran malam itu, terdapat enam komunitas yang tampil dan berpartisipasi di belakang panggung (Teater Tesa, Teater Soekamto, Teater Sirat, Bengkel Mime Theatre, Solo Mime Society, Teater Thoekoel).
Gelaran Solo Mime Parade #3 pada malam itu dihadiri oleh banyak penonton. Hadir pula tokoh-tokoh seni seperti Hanindawan, Halim HD, Gigok Anuraga, Yogik, Udyn Opw, Bodhot, Bayu Gendhut dll. Hal ini, pastinya menjadi sebuah angin segar untuk tumbuh berkembangnya seni Pantomim di Surakarta. Selain sebagai bagian dari lomba untuk pelajar dalam FLS2N (Festival dan Lomba Seni Siswa nasional), pantomim diharapkan juga bisa disukai oleh masyarakat luas dan dapat diapresiasi sebagaimana kesenian lainnya.

Tinggal bagaimana caranya para punggawa Solo Mime Society menjaga api yang sudah dihidupkan. Termasuk diantaranya memberikan program-program pelatihan untuk belajar pantomim yang berkelanjutan baik untuk komunitas maupun orang awam yang ingin belajar pantomime. Hal ini perlu dilakukan supaya api yang dihidupkan tidak kembali redup atau malah mati tertiup hiruk pikuknya ragam hiburan yang semakin merebak.

Sekali lagi, pantomim di kota Surakarta, layak untuk diapresiasi baik secara bentuk atau gaya, sajian artistik, kemasan produksi dan gagasan dari pantomimernya.
Sebab pantomim telah mempunyai sejarah sendiri di kota Surakarta tercinta.

Oktober-November, 2024
Sekilas tentang Penulis

Langit Sendja Aquinas seorang penulis jalanan yang tinggal dan lahir di sebuah kota S di Jawa Tengah
yang mulai padat penduduknya. Aktivitasnya sehari-hari adalah jalan-jalan tak tentu
arah alias kabur kanginan.
Menikmati senja adalah kegemarannya sembari makan kacang kulit dan minum
segelas teh hangat serta bercengkerama dengan teman-temannya.
Tiada hari tanpa berpikir meski hidup tetap dijalaninya secara ngawur, begitulah
pedoman hidupnya