Nafisah lahir di keluarga yang taat beragama. Ia anak Ustad Yusuf dan ibunya bernama Zulaikha. Ustad Yusuf menginginkan Nafisah segera menikah sedangkan Umminya berharap Nafisah mendalami ilmu dahulu di usianya yang masih muda.
Ustadz Yusuf asli Madura sedangkan ibunya Zulaikha asli Sunda. Setiap hari, rumah mereka selalu terjadi kehebohan. Ketika berbicara keduanya kerap menggunakan bahasa asalnya mereka dengan mencampur antara bahasa Indonesia dengan bahasa asal masing-masing. Bisa terbayang deh bagaimana jadinya kedua orang tua ini ketika saling berbicara sesuai logat asal mereka.
Perbincangan keduanya sering menjadi bahan tertawaan Nafisah, ia geli mendengar kedua orang tuanya saling berselisih tak mau mengalah.
Namun, bukan melerainya, Nafisah justru membiarkan kejadian itu. Ia merasa terhibur. Walaupun demikian Ustadz Yusuf dan Ummi Zulaikha saling mencintai dan mengasihi. Setiap harinya selalu saja terjadi kehebohan antara Abah dengan Ummi.
Keduanya kerap berselisih hal-hal kecil. Akan tetapi, perselisihan keduanya tidak meninggalkan pertengkaran yang berujung saling membenci.
Singkat cerita di Desanya terdapat Mahasiswa yang sedang KKN. Ada tiga Mahasiswa KKN yang kepincut atau menaruh rasa suka pada Nafisah.
Nafisah meminta ketiga pemuda itu untuk menemui dan berkenalan dengan Abahnya di Masjid yang sedang mengajari anak-anak mengaji. Jika diantara mereka ada yang disukai Abahnya maka pria itu yang berhak menikahi Nafisah.
Ketiganya pun menemui Ustad Yusuf di Masjid
Ustadz Yusuf: “Siapa namamu ?”
Anas : “Anas, Ustad”
Ustad Yusuf : “Bagus namamu nak. Apa Maksud kedatanganmu ?
Anas : “Saya mau melamar putri Pak Ustad”.
Ustadz Yusuf : “Oh… kalau begitu di tes dulu ya…Coba baca surat Annas sesuai dengan namamu”.
Anas : “Baik Ustad…”. Lalu dia membaca surat Annas dengan lancar. Ustad Yusuf manggut-manggut.
Ustad Yusuf : “Sekarang kamu ! siapa namamu ?” sambil menatap orang ke dua.
Thoriq : “Thoriq Pak Ustad …”
Ustadz Yusuf : “Hmm… nama yang bagus . coba sekarang kamu baca surat At-Thariq”
Lalu Thariq membaca surat At-tariq 17 ayat dengan sangat hati-hati takut ada yang keliru. Pak Ustadz manggut-manggut senang.
Lalu Ustadz Yusuf menatap Ali yang tampak pucat gemetaran ….(membayangkan Surat Ali Imran yang 200 ayat)
Ali : “ (berkeringat dingin) “saya Ali Imran Pak Ustadz, …tapi biasa dipanggil Qulhu*.
“Bagaimanna bissa begittu, kammu adda adda saja, Alli. Ya suddah kalau begittu berarti kammu tidak coccok” ujar Ustadz Yusuf dengan logat Maduranya.
- * Hapalan surat pendek dalam Al Qur’an
Penulis Biodata

Malihatun Nikmah, S.Pd. Seorang guru dan Penulis lepas. Tinggal dan lahir di Sumenep, Madura. Penulis menulis Puisi, Cerpen, Opini, Artikel, Esai, Cernak (Cerita Anak), Cerita Humor, Cerita Islami, Komik, dan Reportase.