Namaku sampah. Aku manis dan wangi seperti dosa-dosa umat manusia.
**
Mengunjungi sebuah desa bernama Pucung di mBrebah, Sleman, Yogyakarta. Tepatnya sebelum Piyungan. Saya bertemu mas Andre Nur Latief, beliau seorang Ketua RT. Kami berbincang banyak tema seputar kehiduapan sosial masyarakat Dari Falsaspah kehidupan, Ketuhanan, mentalitas masyarakat terjajah, kesenian, hingga Mikroorganisme bakteri Pengurai.
Percakapan perihal Mikroorganisme saya rasa yang paling kontekstual dengan kondisi kota Yogyakarta. Kota tercinta kami sedang dibanjiri sampah yang bersebaran di jalan-jalan. Kadang kami merasa malu sendiri, mengapa kota yang dijuluki kota budaya dan kota pelajar ini menjadi kotor dan bau.
Bakteri pengurai itu amatlah dibutuhkan dalam kehidupan. Andaikata tak ada Mikroorganisme saya yakin dunia akan kiamat berkebalikan jika manusia tidak ada dunia akan baik-baik saja. Manusia mahkluk paling berakal sekaligus rakus yang membuat dunia ini kotor lantaran tiap hari memproduksi berton-ton sampah.
Pembicaraan babagan sampah inilah yang membuat kami berdua jalan-jalan menyusuri desa. Ternyata mas Andre dan para warga mempunyai program yang amat berguna: Pengelolaan sampah. Kemudia saya diajak beliau ke Omah Sampah tempat pemilahan sampah-sampah rumah tangga. Khusus Non Organik.
Saya tertegun setibanya di lokasi, melihat dimana sampah-sampah itu berjejalan di sebuah ruang sempit. Tiba-tiba saya merasakan jika diri ini menjadi sampah di ruangan itu. Wahhh, Pasti para sampah itu rasanya sumpek sumuk dan panas. Duhh..
Ruangan itu bernama Omah Sampah, tempat para warga mengumpulkan sampah-sampah non organik. Di desa Pocung ini sudah ada tiga Rukun Tetangga (RT) yang telah bersedia memilih dan memilah sampah setiap harinya. Kemudian seminggu sekali diambil oleh Muda-Mudi Desa tuk dikumpulkan di OMAH SAMPAH.
Lalu…
UNTUK APA SAMPAH-SAMPAH ITU? Ahayyy… Ternyata sampah-sampah itu dapat dijual ke pengepul yang sudah menjadi langganan. Dan hasil penjualan yang cukup lumayan itu dikemonah bersama. Juga dibagikan pada kelompok ibu-ibu PKK. Untuk menghidupkan kegiatan di desa. Wah.. Wah.. Wah.. seru sekali kan. Itu baru yang dinamakan: DARI RAKYAT OLEH RAKYAT UNTUK RAKYAT.
Ide OMAH SAMPAH yang digagas generasi muda Desa Pocung sejak 2018 itu, kini telah berkembang. Para pemuda Desa akan mendirikan OMAH SAMPAH BARU yang lebih besar dan luas. Dari hasil penjualan sampah dan sumbangan masyarakat Teman-teman dari LUAR DESA juga bisa menyumbang dong. Langsung saja menghubungi pak RT Andre Nurlatief via nomer whatsap: +62 813-2802-6681.
Bagi saya petualangan singkat ini amatlah berharga dan bernilai. Disaat banyaknya sampah yang tak terkelola dan hanya menumpuk di pinggir jalan, sekumpulan anak-anak muda dari desa tengah gigih berjuang untuk mengelola sekaligus mendidik mental masyrakatnya. Bukan lagi mental “War Wer” (istilah yang digunakan untuk orang yang sukak asal dan sembarangan membuang sampah). Melaikan mental yang sanggup mengelola, mengolah dan berproduksi.
Saya dan mas Latiep kembali berjalan setelah mensurvey ruang sampah dan berbincang tentang pengelolaan sampah dan mentalitas warga. Masih banyak warga di kota dan desa yang belum “Sadar Sampah” sehingga memperburuk citra kota kebudayaan.
SEMOGA PROGRAM OMAH SAMPAH TERUS BERKELANJUTAN DAN TERKELOLA. DENGAN BAIK SEMOGA MENULARKAN MENTALITAS “SADAR SAMPAH” KE DESA-DESA LAINNYA. JUGA DI KAMPUNG PERKOTAAN YOGYAKARTA TERCINTA. (S3)