Kamis, April 24, 2025
No menu items!

Lingkaran Kapur Putih Kethoprak Ngampung

Must Read

Kethoprak Ngampung adalah salah satu kelompok ketoprak di Solo, digawangi oleh Dwi Mustanto, seorang yang lahir dan besar di lingkungan tobong dan seperti memiliki kewajiban atas nasib kampungnya. Mus menjadi tumpuan bagi tetangga satu kampungnya karena hanya dengan ketoprak mereka hidup. Mus adalah penulis cerita sekaligus sutradara dalam tiap pementasan. Mereka menggelar pementasan berpindah-pindah dari kampung satu ke kampung yang lain.

Selain bertujuan untuk tetap menghidupi secara ekonomi, berpindah-pindahnya tempat pentas merupakan salah satu upaya dalam mengkampanyekan kesenian ketoprak. Selama ini hanya di GWO Sriwedari, RRI, atau di Balaikambang saja dapat menonton ketoprak. Masyarakat sekarang ini perlu mendapat penyadaran langsung terhadap hadirnya ketoprak dengan mendatangi keberadaan atau tempat tinggal mereka.

Metode jemput bola itu ternyata berhasil menarik antusias warga kampung. Layaknya pengamen, mereka juga meminta upah sebagai pengganti tiket dengan sukarela pada penonton yang hadir. Personil Ngampung berkeliling membawa tampah, -sekarang sering disebut ‘tampah terbang’. Penonton tidak mendapat pengumuman ataupun pamflet seperti kebanyakan pertunjukan, tetapi penonton tetap hadir karena memang tertarik. Entah, mungkin sebagian melihat saat kebetulan melintas atau mendengar bunyi-bunyian dari tempat digelarnya pentas.

Salah satu yang menarik pada tahun 2010, saat Kethoprak Ngampung menggelar pementasan di area Kampung Gremet, Surakarta. Personil ketoprak yang telah mendapatkan izin dari aparat kampung, segera memimpin digelarnya pementasan, bertempat di salah satu perempatan jalan, di bawah lampu merkuri. Para warga yang mengetahui segera berinisiatif menutup jalan untuk tempat pementasan. Antusiasme warga sesuai dengan harapan mereka.

Kala itu tanpa panggung tinggi, tanpa sound system, tanpa terpal untuk melindungi peralatan gamelan ringkes dan kapur putih, dari hujan. Kapur putih digunakan untuk menggambar lingkaran yang seolah-olah sebagai pembatas antara tempat pementasan dan tempat penonton. Batas dari kapur putih menjadikan penonton dan panggung sangat dekat jaraknya, tidak meruntuhkan konsep ketoprak seperti di panggung pertunjukan.

Upaya ini bisa menyadarkan masyarakat bahwa ketoprak masih ada dan akan terus ada, entah nanti siapa lagi yang akan meneruskan. Kerinduan akan pementasan ketoprak jadi muncul. Seperti membangun relasi baru, usaha Kethoprak Ngampung membuahkan hasil. Mereka banyak mendapat panggilan pentas di kampung-kampung yang telah didatangi.

Konsep seperti tobong gaya baru ini memberikan dampak baik bagi Kethoprak Ngampung, bahkan juga untuk warga kampung yang didatangi pementasan. Ngampung kembali mendapat gairah daya hidupnya dengan berkeliling dari kampung ke kampung. Mereka yang tua mendapat semangat juang untuk tetap bermain, dan mereka yang muda mendapat kesempatan untuk ikut belajar dan bermain. Warga kampung yang didatangi, secara ekonomi mendapat keuntungan dari berkerumunnya orang-orang sehingga dagangan mereka laku keras. Pemuda kampung kembali mendapatkan sosok hero dari tokoh-tokoh ketoprak.

Kesenian ketoprak menjadi berdaya dengan hadir di tengah kampung urban, walaupun dengan cibiran dari para senior ketoprak. Para senior beranggapan bahwa jemput bola mendatangi masyarakat dapat menurunkan derajat diri dan derajat kesenian ketoprak. Tetapi bagi Ngampung, justru untuk masyarakat instan, masyarakat apatis, sekarang ini perlu adanya pendekatan khusus, untuk bisa menimbulkan kerinduan pada kesenian ketoprak.***

PENULIS

Yogi Swara Manitis Aji S.S lahir di Solo 22 April. Mulai berkesenian sejak kecil dengan ikut sanggar tari Soerya Soemirat Keraton Mangkunegaran, Sanggar dalang Sarotama dan Teater TERA junior. Hingga kini aktif sebagai aktor, sutradara di teater akar Surakarta dan teater TERA, Pembina di Jaringan Teater Pelajar. Aktif di Ruma Panggung Production team and creative network.

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

Andai Aku Jadi Maghrib 

Adzan maghrib berkumandang. Sebuah penanda yang dinantikan. Semua orang yang berpuasa seolah terprogram untuk menunggu detik-detik  itu. Piring sudah...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img