Kamis, April 24, 2025
No menu items!

Kuncung: Gaya Rambut Yang Menjadi Momok Menakutkan

Must Read

Di Kartasura, saya lahir dan tumbuh dengan asupan ragam genre musik. Bapak kerap memutar musik pop 70an seperti D’Lloyd. Hidup Di Bui lagu yang hari ini masih saya ingat. Sesekali dangdut milik Bang Haji Roma Irama. Saya tidak suka musik Soneta, terdengar seperti gedombrengan rongsokan panci.

Mood saya selalu berubah jika bapak memutar lagu Bang Haji. Dan playlist bapak yang selalu membuat hanyut, masuk dalam pusara lirik-liriknya yaitu lagu milik Ebit G Ade. Semua lagunya saya suka. Sedangkan tetangga saya hampir setiap sore memutar Didi Kempot.

Lagu yang masih terngiang sampai hari ini salah satunya berjudul Kuncung. Di ambil dari jenis gaya rambut anak laki-laki. Di pangkas habis di sisi kiri kanan dan belakang, meninggalkan jambul di bagian depan.

Alun-Alun by: Andy SW

Sebagai seorang anak yang belum mimpi basah, mendengar lagu Kuncung seperti mendengar kutukan penyihir jahat dalam adegan film kartun. Orang-orang dewasa yang tak bermoral itu menggunakan lagu tersebut untuk menggoda. Mereka bernyanyi sambil mengusap kepala saya. Menjadi momok menakutkan, membayangkan jika rambut saya dipotong kuncung.

Kuncung bukan hanya lagu, melainkan juga album foto lawas. Orang-orang yang lahir di dekade 80an ke bawah barangkali akan terkenang mendengar cerita potongan rambut kuncung.

Di tahun-tahun itu, potongan rambut kuncung menjadi trend orang tua memodelkan potongan rambut anaknya. Kepopuleran gaya rambut Kuncung juga dibarengi majalah anak yang memuat cerita-cerita pendek.

Pernah terbit majalah dengan nama Si Kuncung, majalah anak yang terbit pertama kali tahun 1956, dan populer tahun 1950 sampai 1970an memuat cerita-cerita dari pelosok Indonesia membuat Si Kuncung kental dengan nuansa pedesaan.

Meski Kondisi ekonomi saat itu sedang di masa krisis, tidak menyurutkan minat untuk membeli Si Kuncung. Tercatat sejak pertama kali terbit, Si Kuncung mampu menjangkau 800.000 ribu pembaca.

Kuncung bukan hanya soal rambut dan majalah, melainkan gambaran kemiskinan yang (hari ini baru saya sadari) digambarkan begitu apik oleh Didi Kempot. Lirik-liriknya seperti kita membuka arsip Indonesia di jaman orde baru.

Kemiskinan yang merajalela, nerimo dan prihatin. Jika kita menyandingkan lagu Kuncung dengan keadaan hari ini, seakan lirik Kuncung tidak lebih hanya sebatas guyonan.

“Cilikanku rambutku dicukur kuncung, katokku seko karung gandum, klambiku warisane mbah kakung, sarapanku sambel korek sego jagung. Kosokan watu nek kali nyemplung neng kedung. Jaman disek durung usum sabun (pabrik’e rung dibangun), andukku mung cukup anduk sarung, dolananku motor cilik soko lempung.”

(Sewaktu kecil rambutku dicukur kuncung, celanaku dari karung gandum, bajuku warisan dari kakek, sarapanku sambel korek nasi jagung. Menggosok badan dengan batu di kali menceburkan diri ke sungai. Jaman dulu belum ada sabun (pabriknya belum dibangun), pakai handuk cukup dengan sarung, mainanku motor kecil dari tanah liat.)

ingatan kasih sayang by Andy SW

Selain gaya rambut digunakan sebagai nama majalah dan judul lagu, kuncung juga diadopsi sebagai tayangan TVRI Yogyakarta serial cerita anak dengan nama acara Kuncung Bawuk. Di perankan dua tokoh utama berwujud boneka yang memiliki karakter berlawanan.

Kuncung sebagai kakak laki-laki selalu merasa pintar—memiliki gaya rambut kuncung,—dan Bawuk tokoh adik perempuan yang suka adul-adul ke orang tuanya.

Pada tahun 80an, menyaksikan sandiwara televisi Kuncung Bawuk adalah kemewahan disela-sela tayangan program pemerintah seperti Keluarga Berencana, Pertanian, hingga Kamtibmas. Kondisi zaman yang—tidak semua orang punya televisi—menjadikan menonton tv beramai-ramai kegiatan yang masuk jadwal mingguan.

Berbeda hari ini yang hampir setiap rumah memiliki televisi, tapi fungsinya sudah tidak utuh. Televisi tidak lagi ditonton, melainkan hanya menjadi radio, bahkan menganggur, menjadi pajangan dan teman tidur. Kebanyakan lebih doyan bermain ponsel. Meski zaman berubah, menonton tv berdesak-desakan (tahun 80an) tetap menjadi kenangan yang berkesan.

Saya sendiri lahir tahun 90an dan belum pernah merasakan memiliki gaya rambut kuncung. Menonton tv beramai-ramai pernah merasakan, itu pun bukan kegiatan yang luar biasa, hanya sebatas mengisi waktu luang bersama saudara.

Menuruti perintah Ibu berharap saya lekas tertidur. Tayangan televisi pun tidak begitu membekas. Saya ingat adegan dalam film Mandarin ketika Boboho menaruh makanan ke dalam kondom yang ditemukannya, dan Power Ranger cantik berwarna merah muda yang menjadi rebutan antara saya dan saudara.

Cerita pengalaman nonton televisi tidak begitu seru, masih jauh menarik cerita kawan-kawan yang lagi asik menonton televisi acara kesukaan tiba-tiba muncul laporan khusus, tiba-tiba muncul seperti demit.

Di tahun 2008 hingga 2009 tayang di televisi sinetron Ronaldowati. Di perankan oleh Nona Berlian Sakinah dikenal juga Nona Than Sakinah sebagai pemeran utama bernama Wati. Sinetron yang berkisah seorang perempuan yang mempunyai keinginan bermain bola tapi mendapat penolakan dari tim sepak bola di kampungnya.

Wati merubah penampilan dengan cara mencukur Kuncung, mirip pemain bola idolanya Ronaldo Nazario dari Brazil yang mengkuncung rambutnya ketika bermain di Piala Dunia 2002.

Berkat usahanya, ia berhasil membentuk tim yang diisi kawan-kawannya seperti Ceking dan Mat Gondrong. Cerita terus berlanjut dengan banyak lika-liku dan konflik, hingga akhirnya membuat Wati dan rekan-rekannya menjadi team yang cukup diperhitungkan di kampungnya.

Agaknya potongan rambut kuncung tidak melulu untuk anak laki-laki. Di dalam sinetron Ronaldowati diceritakan ketika Wati (perempuan) merubah model rambutnya dari panjang menjadi kuncung mendapat marah dari Ibunya.

Respon yang wajar sebab potongan rambut kuncung di tahun 2008an memang terlihat tidak lazim. Tapi bagaimana di tahun-tahun 1980an ke bawah potongan kuncung khususnya untuk anak perempuan? Sebuah foto bertahun 1938 nampak seorang perempuan di Bali berambut kuncung.

(Foto perempuan bali berambut kuncung koleksi Tropen Museum)

Rambut kuncung barangkali hanya akan menjadi kenangan manis mereka yang pernah memiliki rambut kuncung dan yang hidup di zamannya. Saya tidak pernah melihat orang-orang bergaya rambut kuncung selain dari arsip foto lawas. Mungkin akan menjadi trend lagi di masa mendatang. Dan semisal menjadi trend, saya tetap emoh memiliki gaya rambut yang menakutkan itu.

Penulis

Foto Doc Pribadi

Egi Raf, seorang pustakawan di salah satu perpustakaan
di kota Solo. Aktif di media sosial Instagram dengan akun @egiraf_

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

Andai Aku Jadi Maghrib 

Adzan maghrib berkumandang. Sebuah penanda yang dinantikan. Semua orang yang berpuasa seolah terprogram untuk menunggu detik-detik  itu. Piring sudah...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img