Kamis, April 24, 2025
No menu items!

Catatan Sutradara Muda

Must Read

Tahun 2019 adalah titik terendah dalam hidup saya; skripsi terbengkalai, masalah keluarga, pekerjaan yang belum stabil, kondisi finansial yang buruk (bahkan untuk makan tiga kali sehari pun sebuah kemewahan), dan kegagalan hubungan asmara dengan orang yang paling saya cintai.

Cita-cita menjadi sutradara pun tampak mustahil tercapai. Dalam masa kegelapan itu, tiba-tiba saya terinspirasi oleh pemakaman Tionghoa di sekitar tempat tinggal saya.  Saya membayangkan sepasang kekasih yang berpacaran di sana, mungkin salah satu dari mereka terpaksa bekerja keluar kota karena faktor ekonomi atau demi mengejar cita-cita. 

renungan satu persatu

Dari situ, saya mulai berpikir bahwa tidak setiap orang memiliki privilege untuk mengejar cita-cita dan mendapatkan cinta dalam hidupnya. Ada yang terpaksa memilih salah satu, atau bahkan tidak bisa mendapatkan keduanya.

“Babak Final” juga terinspirasi dari film-film romance favorit saya, serta manga karya Adachi Mitsuru yang bergenre coming of age, romance, dan drama olahraga yang saya baca saat remaja. Inspirasi juga datang dari cerita-cerita teman saya, Dimas, seorang atlet dan pelatih Tarung Derajat.

Selain itu, ide-ide saya juga berasal dari kegelisahan tentang urbanisasi dan sawah-sawah di sekitar saya yang perlahan-lahan berubah menjadi perumahan. Dari situ, saya mulai menulis naskah “Babak Final”. Proses penulisannya memakan waktu sebulan, meskipun kadang dalam sehari hanya menghasilkan satu halaman, satu adegan, satu dialog, atau bahkan tidak ada sama sekali.

Menulis naskah tersebut menjadi coping mechanism saya saat itu untuk menghadapi kesepian, depresi, rasa lapar, dan kecemasan. Naskah itu selesai, tetapi saya tidak tahu apakah cerita tersebut cukup beruntung untuk menjadi film atau tidak. Namun, setidaknya, menulis naskah itu membuat saya tetap bertahan hidup pada masa itu.

Setahun kemudian, dalam sebuah proyek, saya bertemu Ega Permana, seorang editor yang sebelumnya terlibat dalam pembuatan film Pretty Boys. Saya mencoba menawarinya untuk menjadi produser dalam film “Babak Final” yang akan kami ikut sertakan dalam kompetisi ide cerita ACFFEST 2020.

Saya memiliki catatan penting, yaitu tidak menggunakan latar pandemi dan tetap setia dengan tema besar ini: tentang jati diri, antara cita-cita dan cinta. Saat itu, saya hanya ingin menyampaikan apa yang saya rasakan daripada berkompromi kreatif demi mendapatkan pendanaan.

Ega setuju, dan dia hanya bertanya satu hal, “Ini film romance ya, Dhis? Kalau iya, kita kuat kan romance-nya ya.” Singkat cerita, kami berdiskusi untuk mengembangkan naskah bersama Radhitya Raka sebagai editor dan Iman Dwi Setyo sebagai cinematographer, tanpa mengurangi esensi cerita dan tema besarnya.

saling tabrak sentuh by Andy SW

Tak disangka, film kami termasuk dalam 10 proposal yang lolos dar 600 lebih proposal yang mendaftar saat itu. Kami mendapatkan pendanaan sebesar 25 juta rupiah. Kami cukup beruntung dapat berkolaborasi dengan pemain dan kru yang tulus membuat karya ini, apalagi beberapa di antaranya adalah orang yang baru pertama kali bekerja dengan kami.

Mereka adalah Hardiansyah Yoga berperan sebagai Dimas, Arum Wangi sebagai Dewi, Oscar Artunes sebagai Juragan, Jihad Aji sebagai Pelatih, dan Dimas sebagai Bima sekaligus menjadi konsultan Tarung Derajat dalam film ini.

Kami juga dibantu oleh banyak pihak dalam pembuatannya, seperti Rizal Subhkan sebagai Line Producer, Indra Hermawan sebagai Assistant Director, Lutfi AG sebagai Sound Designer, Afifah Nisrina sebagai Wardrobe Designer, Chandra sebagai Make Up Artist, Andika Prabowo sebagai Penata Artistik, Nurendra Nasharudin sebagai Music Composer, serta Vishnu Satyagraha sebagai pencipta Original Soundtrack film ini yang berjudul “Dan Kau Menang.”

Dalam pembuatan film ini, kami dimentori oleh Seno Julius Aji yang merupakan perwakilan dari pihak panitia ACFFEST 2020. Kami juga mendapat dukungan dari Muuvie.id, Vicamrent, dan Kakatua Camp.

Kami melakukan shooting selama dua hari di tujuh lokasi yang berbeda, yaitu Lapangan Madukismo, Plataran Djoko Pekik, Pemakaman Gunung Sempu, Terminal Jombor, Rumah di Tembi, Sasana Tarung Derajat, dan GOR Amongrogo. Banyak pihak serta teman-teman terkasih yang mendukung dalam pembuatan film ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Setelah film ini selesai, kami mendapatkan penghargaan Juara Dua untuk kategori film fiksi terbaik di ACFFEST 2020. Namun, sayang sekali, setelah film ini jadi, kami tidak sempat mendistribusikannya karena kesibukan kami untuk bekerja dan berusaha bertahan hidup saat pandemi masih melanda.

Namun kami mendapat kabar dari beberapa teman bahwa film kami diputar di pesawat Garuda. Ya, memang film ini didanai dengan dana publik, jadi saya bersyukur jika banyak orang bisa menontonnya.

Harapan by Andy SW

Namun kejutan tidak berhenti di situ. Pada akhir tahun lalu, film kami diputar di Jogja Asian Netpac Film Festival 2023. “Babak Final” diputar di bioskop Empire XXI pada layar besar. Menjadi film pertama saya sebagai sutradara yang lolos di JAFF, tempat saya menimba ilmu soal sinema dari 2015-2017, dari menjadi relawan, Asisten Chief, hingga menjadi Chief Venue.

Apapun reaksi penonton, kritik, dan saran, baik negatif maupun positif, soal film saya “Babak Final,” saya terima itu. Tapi yang jelas saya sangat bangga terhadap film ini. Selain menjadi katarsis saya tentang cita-cita dan cinta.

Film ini juga menjadi salah satu alasan kenapa saya masih hidup hari ini untuk membagikan cerita ini. Sekaligus menjadi bukti bahwa orang yang tidak punya privilese, bahkan underprivilege seperti saya, punya kesempatan untuk mengejar cita-cita meskipun harus ada yang perlu dikorbankan.

Besok, Sabtu, tanggal 27 Juli 2024, “Babak Final” akan diputar dalam acara Festival Dunia Seni Akhirat di Kedai Mari Kangen. Tempat yang sama di mana empat tahun yang lalu saya bertemu dengan Arum Wangi dan Oscar Artunes untuk mengajak mereka bekerja sama sebagai pemain di film “Babak Final.” Everything in life comes full circle.

Catatan ini ditulis oleh

Dhisga Amandatya seorang sutradara kelahiran Yogyakarta. Sejak tahun 2016, Dhisga telah menjadi bagian dari departemen penyutradaraan untuk berbagai produksi film, iklan, dan video musik. Film pendeknya yang berjudul “Babak Final” berhasil mendapatkan pendanaan dari ACFFEST 2020 dan meraih juara kedua dalam kategori ide cerita fiksi di ACFFEST 2020. Film pendek berikutnya, berjudul “Bakmi Kangen Rasa”, berhasil mendapatkan pendanaan dalam Kompetisi Pendanaan Film 2023 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Yogyakarta.

- Advertisement -spot_img

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

Andai Aku Jadi Maghrib 

Adzan maghrib berkumandang. Sebuah penanda yang dinantikan. Semua orang yang berpuasa seolah terprogram untuk menunggu detik-detik  itu. Piring sudah...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img