Tahun 2019, saya pindah ke Jogja. Saya mencari sekolah dengan jurusan yang cocok untuk menjadi seorang programmer. Setelah mencari di internet dengan bantuan Mas Danu, akhirnya saya menemukan sekolah yang cocok dengan minat saya, yaitu SMK Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta, jurusan Rekayasa Perangkat Lunak.
Keesokan harinya, saya diantar Mas Danu berangkat dengan Sari dan Lina yang juga ingin mendaftar sekolah ke SMA. Pagi itu dengan membawa persyaratan lengkap untuk mendaftar sekolah, saya bertemu dengan teman lain yang juga mendaftar di sekolah yang sama, dia diantar oleh ibunya. Waktu itu saya berpapasan dengannya tanpa bertanya siapa namanya karena dia langsung pulang setelah mendaftar.
Cerita pun dimulai setelah hari pendaftaran itu. Waktu pertama kali masuk, kami dikumpulkan di aula untuk pengenalan lingkungan sekolah atau Masa Orientasi Siswa (MOS) dan berkenalan dengan teman-teman seangkatan. Teman-teman seangkatan saya jumlahnya ada 17 orang, 11 orang di jurusan Multimedia dan enam orang di jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Kami dipanggil satu per satu untuk maju dengan memperkenalkan nama dan asal kami. Saya ingat, pada saat saya maju untuk memperkenalkan diri, saya merasa grogi karena pertama kali masuk di lingkungan sekolah yang baru. Namun, mulai dari situ, saya perlahan terbiasa dengan teman dan lingkungan sekolah yang baru buat saya.
Perkenalan itu pun yang membuat saya menjadi tahu siapa nama teman yang berpapasan dengan saya saat mendaftar sekolah pertama kali. Namanya adalah Rafi. Sejak saat itu, saya mulai berteman dengan dia dan dialah teman pertama saya di sekolah yang baru. Setelah MOS selesai, kami masuk kelas sesuai dengan jurusan masing-masing.
Kelas saya terdapat enam siswa, termasuk saya dan Rafi. Mulai saat itu, saya makin akrab dengan empat teman saya yang lain. Keempat teman saya itu namanya Dio, Alvo, Bagus, dan Dimas. Mereka semua berasal dari Jogja, kecuali Rafi yang berasal dari Batam. Teman-teman saya itu memiliki ciri khas masing-masing.
Rafi ciri khasnya selalu memakai kacamata dan berpakaian rapi. Selain itu, orangnya agak kaku dan suka melakukan hal yang tidak jelas, meski demikian, dia pintar dalam pelajaran dan merupakan saingan saya dalam merebutkan peringkat satu di kelas. Dio ciri khasnya adalah berambut panjang di tengah dan pendek di pinggir. Dia orangnya asyik untuk diajak mengobrol dan selalu membuat suasana ramai ketika berkumpul. Selain itu, dia juga anak motor yang suka melakukan perjalanan ke kota-kota lain alias touring. Seperti kebanyakan anak motor lainnya, motornya dimodifikasi dan bunyi kenalpotnya berisik.
Alvo ciri khasnya selalu memakai topi dan sering gonta-ganti motor ketika ke sekolah. Dia orangnya sangat bergaya dan suka mentraktir temen-temennya. Sedangkan Bagus ciri khasnya adalah tampil apa adanya, tidak terlalu rapi saat memakai seragam dan rambutnya berantakan. Namun, ia orangnya sangat baik dan ramah kepada orang lain. Ada lagi Dimas, ciri khasnya selalu dengan style rambutnya yang berjambul. Orangnya tidak terlalu banyak omong, tetapi sekalinya mengomong ia malah mengajak untuk membolos. Itulah kelima teman saya di kelas, dari kelas satu hingga kelas tiga kami selalu bersama. Meskipun kadang ada yang membolos atau tidak masuk tanpa izin, kami melewati 3 tahun yang menyenangkan bersama-sama.
Namun, yang namanya pertemanan pasti ada senang dan sedihnya. Terkadang kami juga berselisih antara satu sama lain. Suatu hari, Dimas datang terlambat ke sekolah dan dengan santainya dia masuk kelas langsung duduk tanpa mengucapkan salam. Dio sebagai teman pun mengingatkan Dimas bahwa yang dia lakukan barusan itu tidak sopan.
“Dim, kamu kok langsung nyelonong masuk aja tanpa mengucapkan salam?”
“Kenapa emangnya? Masalah buatmu?” timpal Dimas.
“Aku kan cuma ngasih tahu, kenapa kamu jadi nyolot. Santai aja kali,” jawab Dio.
“Kenapa, nggak terima? Sini kalau berani!”
“Kalau lagi nggak di kelas, udah aku ajak berantem kamu.”
Suasana pun menjadi tegang, tapi untungnya Bu Endang yang sedang mengajar kelas kami segera melerai mereka berdua. Mereka berdua pun dinasihati oleh Bu Endang, bahwa yang mereka lakukan berdua salah. Setelah dinasihati, mereka pun saling meminta maaf. Pelajaran pun dilanjutkan karena sebentar lagi akan memasuki Penilaian Akhir Semester (PAS).
Setelah Penilaian Akhir Semester (PAS) kelas 1, kami biasanya libur selama dua minggu. Namun, dikarenakan ada virus covid-19 yang menyerang, kami diliburkan sampai waktu yang tidak ditentukan. Selama masa pandemi itu, jadinya saya tidak bisa bertemu dengan teman-teman kelas. Biasanya saya berangkat sekolah selain untuk belajar, saya juga ingin bermain dan menghabiskan masa-masa sekolah dengan mereka.
Namun, karena pandemi yang terjadi, saya menjadi bosan dan tak bersemangat seperti biasanya. Hari demi hari saya habiskan di kosan yang sepi karena penghuninya yang sibuk dengan urusan masing-masing dan selalu bermain dengan gadget mereka. Jadinya tidak ada interaksi antar sesama sehingga waktu saya, akhirnya dihabiskan dengan kelas online dan membuka aplikasi zoom meeting.
Waktu berlalu dengan cepat, kami tak sadar bahwa akhirnya kami lulus dari SMK yang kami cintai. Semua kenangan yang terjadi di sana semoga mempererat pertemanan dan tali persaudaraan kami, sehingga jika suatu saat salah satu dari kami memerlukan bantuan, kami sebagai teman akan saling membantu. Semoga pertemanan kami akan terjalin selamanya sampai tua nanti.
Mohammad Dicky Darmawan, seorang mahasiswa dari Universitas di Jogja. Dicky, panggilan akrab mahasiswa ini lahir di Pati, 25 Juni 2004. Anak pertama dari dua bersaudara ini memiliki banyak hobi seperti badminton, renang, futsal, dan hal-hal yang berhubungan dengan olahraga. Selain itu, ia juga pandai bergaul dan senang mencari teman baru. Dengan keahliannya itu, ia memiliki banyak teman, mulai dari dalam negeri sampai luar negeri.






