Jumat, Oktober 31, 2025
No menu items!

Bu Kos dan Kucingnya

Must Read

Untuk keperluan studi, aku kembali tinggal di kos-kosan. Kos baruku milik sebuah keluarga berisi sepasang suami istri dan seorang anak perempuan seusiaku. Ibu kosku memiliki enam ekor kucing. Setiap kucing memiliki kisahnya masing-masing. Seringkali kulihat setiap sore Ibu memberi makan kucing-kucingnya, atau sesekali terlihat memberikan jajan berupa makanan basah yang berisi daging.

     “Yang ini saya melihara dari kecil sekali, Mbak. Saya pungut dari tempat sampah.” Cerita Ibu sambil menunjuk seekor kucing gemuk berwarna oren. “Dulu pernah dia minggat dari rumah, lalu sepertinya dipukul orang karena pulang dalam keadaan pincang, habis itu ngga berani pergi-pergi lagi dia. Selalu di rumah terus” lanjut ibu bercerita tentang si Oyen. Si Oyen ini memang jinak, badannya tambun, saat melihatku dia selalu datang menghampiri, duduk di pangkuan, lalu menekan-nekan kakinya ke pangkuanku seperti gerakan memijat. Kucing inipun jadi temanku nongkrong siang dan malam di bangku teras kos-kosan.

     Suatu hari Ibu tiba-tiba mengeluh bahwa Oyen tidak pulang selama dua hari. “Ibu udah cari ke mana-mana gak ketemu.” Semua tetangga sudah ditanya apakah kedatangan si Oyen tapi tidak ada seorangpun yang memberikan jawaban.

     Pada hari ketiga, si Oyen pulang. Kalungnya sudah terlepas, bulunya berantakan, badannya lemas. “Diin, cepat belikan degan buat Oyeen!!” Lamat-lamat kudengar Ibu berteriak dari dalam kamarku. Pukul enam sore aku melihat Ibu memberikan air degan dan gula merah dengan pipet ke mulut si Oyen. Dalam gelap malam, aku dapat melihat wajahnya kusut, auranya panik, bingung bercampur sedih. 

      “Biasanya gak pernah kelayapan sekalinya kelayapan kok kayak gini Yeeeenn” jeritnya sambil mengelus elus badan Oyen yang terbaring lemah. Satu jam berlalu, si Oyen masih terbaring semakin lemah, matanya semakin kosong, setengah terpejam. Ibu dan anak perempuannya pergi mencari obat untuk si Oyen, namun saat pulang mendapati si Oyen sudah tidak berbapas lagi. 

     “Yeeeeenn Oyeeeeenn jangan tinggalkan Ibuuu” tangis Ibu pilu sambil mengguncang-guncang badan Oyen yang sudah tidak bernapas, tapi badannya belum kaku. Suara Ibu mengganggu nuraniku. “Oyeeeen Oyeeeenn” jeritnya lagi melengking. Aku tidak sanggup melihatnya. Aku ijin pamit pergi tapi suara tangis Ibu masih terngiang dalam nuraniku. Begitulah malam itu, kami kehilangan seekor anggota keluarga.

Lupita Sari Dewi

lahir dan tumbuh besar di kota Wonosobo yang sejuk dan asri. Setelah itu masa remaja ia habiskan di Yogyakarta dan Jakarta. Saat ini Lupita sedang menggeluti dunia seni rupa, menempuh pendidikan di Akademi Seni Rupa Yogyakarta L’ASRY sambil kembali menggali dunia tulis menulis yang pernah lama ditinggalkan.

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

Sejenak Berhenti dan Tanya tentang Apa yang Mesti Dilaku setelah Ini

1. Setelah makan, dan menggenapi beberapa urusan, kau berangkat ke tempat pertunjukan; dan kau sadari, cukup sering menonton pertunjukan atau...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img