Kamis, April 24, 2025
No menu items!

Si Mamet dan Hari ini

Must Read

Nama saya Slamet Tri Nugroho, usia masih kepala tiga mendekati kepala empat. Saya masih muda kencang dan dinamis seperti Bruce Lee. Keluarga dan para tetangga biasa memanggil saya Mamet, itulah nama akrab saya. Orang tua memberi nama seperti orang yang berdoa, punya harapan agar hidup saya selalu Selamat sampai tujuan. Saya anak ketiga dari empat bersaudara; dua cowok, dua cewek. Dulu keluarga saya hidup di kampung Mijen, Minggiran Barat, Yogyakarta. Saya lahir dari pasangan pak Totok Sugiarto yang paling tampan sekampung Mijen dan ibunda Tumini, perempuan sederhana dari Godean.

Kini saya hidup di pingiran kota Yogyakarta daerah Krapyak bersama keluarga kecil, yang terdiri dari satu istri dan tiga anak. Saya tak pernah menyangka bisa hidup seperti saat ini, karena saya tak pernah punya cita-cita menjadi apa atau siapa. Hidup hanya seperti aliran sungai Winongo tempat saya dan teman-teman mandi di waktu kecil dulu. Entah hidup akan memawa saya kemana.

Saya pernah mengenyam pendidikan hingga kelas 3 Sekolah Mengah Atas (SMA), bersyukur rasanya karena jarang teman-teman di kampung sekolah sampai jenjang SMA. Saya ingat ketika malam menjelang hari pertama masuk SMA. Tak sabar rasanya menunggu pagi tiba, hati gelisah tak bisa tidur karena saking senangnya. Bahwa saya akan menjadi seorang pelajar, di kota pelajar. Karena saya sudah berhenti sekolah satu tahun usai lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Banyak teman-teman seangkatan saya di Kampung, yang tak sempat mengenyam pendidikan SMA. Ya, meskipun kami tinggal di kota pelajar tapi banyak yang tak mampu menjadi seorang pelajar.

Usai sekolah SMA saya bekerja di sebuah perusahaan kerajinan yang dieksport ke luar negri. Senang saya bisa bekerja. Dibandingkan dulu saya bekerja sebagai pencatat nomor judi Togel di Kampung, bersyukur rasanya bisa bekerja mapan dan tidak dicurigai aparat keamanan. Namun semua tak sesusai harapan, saya tak terlalu cocok dengan perusahaan, sebab atasan suka memarahi meskipun saya bekerja dengan benar.  Sungguh sialan. Saya harus mencari kerja lagi, lagi dan lagi.

Hingga suatu ketika saya saya mendapatkan pekerjaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Saya bekerja jualan penthol bakso di depan sebuah mini market. Awalnya saya ikut usaha tetangga tetapi kemudian saya usaha sendiri; membuat penthol bakso sendiri, memasarkan sendiri, pakai motor dan kotak tempat jualan sendiri. Hehehe…

Lumayan lama saya berjualan penthol bakso di depan mini market tiap sore hari, kadang saya jajakan berkeliling kampung. Lagi-lagi saya mengalami pasang surut dalam kehidupan, jualan Bakso tak lagi dapat mencukupi kebutuhan hidup. Saya hanya tertawa menghadapi cobaan ini semua. Hingga saat ini saya berhasil mendapatkan pekerjaan mengantar makanan lewat Ojek Online atau Ojol. Setiap hari saya bekerja bermandi keringat, banting tulang dan menari-nari di jalanan demi kelangsungan hidup keluarga dan biaya sekolah anak-anak saya.

Orang boleh saja bercita-cita menjadi dokter, astronot, tentara, presiden, polisi, pegawai negeri atau apa saja. Saya, Slamet Tri Nugroho tak pernah punya cita-cita apa-apa. Hidup hanya mengalir seperti sungai Winongo. Namun jika ditanya apa cita-citamu? Hati kecil saya menjawab: Sing Penting ora ngrugekne liyan. Bahasa Indonesianya “Yang penting tidak merugikan orang lain”. (S3)

Mas Slamet Tri Nugroho a.k.a Mamet
Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

Andai Aku Jadi Maghrib 

Adzan maghrib berkumandang. Sebuah penanda yang dinantikan. Semua orang yang berpuasa seolah terprogram untuk menunggu detik-detik  itu. Piring sudah...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img