Kamis, April 24, 2025
No menu items!

Hari Haru Bersama Mas Muz #1

Must Read

Alangkah beruntungnya mempunyai seorang teman baik, lucuk dan pengertian. Teman itu bernama mas Muzanni Aryakamandanu, saya biasa memanggil beliau mas Muzann dengan dobel n.   Hari-hari terasa indah dan meriah di kala mas Muzann hadir di antara kerumunan teman-teman. Selalu saja ada tema-tema receh yang di bahas dan tingkah polahnya selalu bikin terpingkal-pingkal.

Akhir tahun 2024 menjadi waktu yang begitu mengesankan dalam hidup saya, tepatnya bulan Desember. Saya mengunjungi kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Pulau Lombok untuk mengadakan kegiatan seni. Kota Mataram menjadi bagian penting dalam hidup saya, terlebih dalam proses pergaulan dan berkesenian.

Pertama kali mengunjungi kota Mataram tahun 2013 dalam rangka pementasan Pantomim bersama Bengkel Mime Theater, di Taman Budaya NTB. Suasana kota waktu itu masih sepi jauh berbeda dengan sekarang, ramai dan berkelap-kelip mirip pasar malam. Namun saya tetap betah di kota Mataram. Kadang sampai sebulanan saya tinggal sekadar bermain dan bercanda. Entah apa yang membuat betah dan nyaman. Seperti cinta yang datang tiba-tiba dan tak disangka menjadi selamanya.

Mas Muz sedang mengutarakan Pemikirannya

Ada dua teman yang tak mungkin saya lupakan: Jabo dan Kikik. Mereka berdua yang menemani saya setiap kali datang ke Mataram. Jabo yang membukakan pintu masuk dan Kikik yang menyuguhi saya teh hangat dan camilan sekadarnya. Dari sanalah perjalanan saya di pulau tempat kitab Negarakertagama ditemukan. Kemudian melebar kemana-mana.

Saya tak akan bercerita mengenai perjalanan dari tahun ke tahun di kota Mataram. Mungkin lain kali akan saya ceritakan lewat tulisan yang lain. Kali ini hanya sepenggal perjalanan kecil bersama mas Muzann dengan dobel n. Perjalanan kecil yang bagi saya mengesankan dan bikin tertawa-tawa kecil jika mengingatnya.

Mari kita mulai petualangan bersahaja dari pertama kali saya berjumpa dengan mas Muzann dengan dobel n.

Tahun 2023. Pagi hari di sebuah beranda rumah tempat teman-teman Komunitas Akar Pohon berkumpul, saya sedang membuat karya lucu-lucuan. Tiba-tiba ada seorang anak muda datang dengan motor buluknya. Ia turun dari motor berjalan dengan membusungkan dada. Saya tersenyum padanya lalu kami bertegur sapa dan berkenalan.

Seperti layaknya orang basa-basi usai kenalan ia bertanya asal dan mengapa di Mataram. Langsung saya jawab: bahwa saya tinggal di daerah (lupa namanya) dekat pelabuhan, tinggal serumah dengan Paman. Di Mataram saya mengaku kuliah di Universitas Mataram jurusan Tata Boga. Ia manggut-manggut entah paham atau tidak saya kurang tahu. Tentu saja saya tertawa dalam hati kan…

Usai berkenalan dan sedikit ngobrol kami sama-sama masuk ruangan. Ya, anak muda itu tiada lain mas Muzann dengan dobel n. Rupanya ia adalah anggota baru Komunitas Akar Pohon yang masih Kuliah jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas swasta. Kepada saya ia berkata dengan bangga ingin menjadi seorang Penyair. Gileee Babiikk…

Kikik yang belum tahu kalau kami sudah berkenalan, otomatis mengenalkan saya dengan seperangkat predikat. “Andy ini pantomimer, penulis, menggambar, berteater”, kata Kikik pada mas Muzann dengan dobel n. Saya tersenyum simpul mendengarnya, tapi di luar dugaan mas Muzann dengan dobel n menanggapinya. “Wahh, apakah mas Andy nggak khawatir malah nggak diakui sebagai apa-apa lantaran orang pada bingung”. Spontan saya mgakak hahahha… “Saya tidak perlu khawatir karena memang sudah terjadi”, jawab saya dalam hati.

Begitulah pertemuan dan perkenalan singkat saya dengan mas Muzann dengan dobel n yang kelak saya ramalkan menjadi Penyair keren. Baiklah sekarang kita menuju babagan baru setelah satu tahun berlalu. Nama mas Muzann dengan dobel n sudah tidak saya pakai lagi. Saya cukup memanggilnya mas Muz. Cukup, tanpa embel-embel apapun karena itu lebih bersahaja dan penuh pesona.

***

Kedatangan saya di Mataram tahun ini sebenarnya dalam rangka pameran bersama Sidzia Madvox. Pameran bertajuk “Muram Ceria” itu diselenggarakan di Shefu Art Box, Ayom Suite, Jl. Gili Asahan No2, Karang Baru Kec. Selaparang, Kota Mataram, NTB. Dari tanggal 7-12 Desember 2024. Di kuratori oleh Ais dan Tara duo cewek yang kece-kece.

Pameran ini sudah dirancang setahun sebelumnya oleh Kikik lantaran saya dan Sid sama-sama gemar menggambar. Saya dan Sid sama-sama punya ketertarikan dengan berbagai cabang seni. Selain menggambar Sid juga seorang musisi dan gemar berbisnis kecil-kecilan seperti saya. Tentu saja dalam dunia seni rupa, kami tak dikenal dan memang bukan siapa-siapa. Waktu itu Kikik mengusulkan tajuk pamerannya “Pinggiran saja Belum”. Hehhehe…

Ah, Acaranya memang seru dan mendayu-dayu merdu. Pameran selama satu Minggu di ruangan kecil tapi begitu serunya, sebab setiap hari selalu ada acara yang mengiringi pameran: pembukaan pameran, diskusi pameran, peluncuran buku, apresiasi karya, pentas musik, pantomim dan spontanitas. Itulah salah satunya yang membuat saya betah dan suka hati bersama teman-teman di Mataram. Anak-anak mudanya begitu dinamis dan kreatif.

Lalu bagaimana dengan mas Muz yang bersahaja itu? Meskipun saya disibukkan dengan acara pameran seni rupa tetap saja sehari-harinya bersama mas Muz. Berikut kisah-kisah saya dengan mas Muz selama di Mataram.

Peresean Kesenian Tradisional Lombok

Lidah Buaya dan Kayu

Ketika bangun tidur saya dikejutkan oleh sebuah plastik tas kresek hitam, ditaruh di dekat pintu masuk. Karena pensaran dengan isinya, saya sedikit menengoknya. Tampak sesuatu berwarna hijau berbentuk lancip bermunculan dari tas kresek. Kemudian saya memegangnya dengan hati-hati, siapa tahu paketan untuk Kikik.

Lhadalahh…!! ternyata berisi tanaman Lidah Buaya yang dicabut seakar-akarnya, sisa-sisa tanah masih menempel pada akar. Saya terdiam sejenak merenungi benda dalam tas kresek, mengapa bisa sampai di sini. Oalahh…saya baru ingat kemarin minta tolong mas Muz mencarikan Lidah Buaya.

Memang kesalahan saya tidak bilang kalau cuma butuh lima batang saja, cukup untuk satu minggu. Saya hanya bilang untuk merawat rambut yang sudah tipis, nggak menyangka bakal dapat satu tanaman seakar-akarnya. Mengingat kejadian itu saya tertawa-tawa sendiri, menertawai komunikasi kami yang memang menggelikan.     

Sepertinya tak berhenti pada Lidah Buaya saja, akan ada bias-bias komunikasi yang lainnya. Ketika hari kedua kedatangan saya di Mataram, bersama seorang penyair muda gondrong: Gilang, mencari benda-benda untuk keperluan pameran. Seperti wajan, batu-bata, kayu, pasir dan gandum sabab konsep display patungnya sebagai gorengan, jadi peletakan patungnya di atas wajan kecil berisi pasir berlapis gandum. Wajan dan benda-benda lainnya sudah berhasil didapatkan bersama Gilang, kurang kayu yang dbelum didapatkan.

Mas Muz merenungi kehidupan

Hanya mas Muz yang menjadi harapan saya untuk mencarikan kayu, tapi beliau ternyata sedang sibuk. Saya merasa nggak enak hati dengan beliau, tapi mas Muz memang baik hati. Beliau sanggup mencarikan kayu disesela kesibukannya. Sungguh beribu terimakasih saya ucapkan pada mas Muz.

Di suatu sore menjelang pameran saya belum melihat mas Muz mengantarka kayu, padahal sudah ditunggu-tunggu. Ketika baca WA saya kaget, ternyata mas Muz sudah mengantarnya dari siang tadi tapi lokasi masih sepi. Beliau memberi tahu dimana kayu itu diletakkan. Segera saya menuju lokasi dimana kayu dari mas Muz tergeletak. Sesampainya di tempat alangkah kagetnya saya ketika melihat kayu-kayu sebesar lengan Mike Tyson tergeletak di sudut halaman. Hadeuuhh…

Lagi-lagi ini kesalahan saya dalam mengkomunikasikan, bahwa saya bilang kayu bukan ranting. Saya berpikir mas Muz sudah tahu ukuran kayu yang dipakai untuk properti di atas meja. Kekekeee…saat itu juga saya tertawa-tawa sendiri di hadapan lengan Mike Tyson itu. Mas Muz kian hari kian menggemaskan bikin hari-hari menjadi cekakakkan.

Kiranya sampai sekian dulu pengantar kisah petualangan saya selama di kota Mataram. Bersambung pada edisi selanjutnya… (S3)

Salam manis dari mas Muz 🙂

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

Andai Aku Jadi Maghrib 

Adzan maghrib berkumandang. Sebuah penanda yang dinantikan. Semua orang yang berpuasa seolah terprogram untuk menunggu detik-detik  itu. Piring sudah...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img