Sudah hampir 30 tahun berlalu tapi ingatan tentang sesosok teman baik tak akan pernah hilang. Saya mengenal Beliau tahun 1996 ketika pertama kali masuk Sekolah Menengah Atas (SMA), di sebuah sekolah swasta bilangan kota Yogyakarta. Sekolah yang berdekatan dengan terminal Bus lawas, Umbulharjo.
Kami satu angkatan tetapi beda kelas, saya kelas 1.1 Beliau kelas 1.3. Memang hanya ada tiga kelas sekolah kami. Begitu sampai kelas 3 SMA nanti, dijuruskan dua pilihan: jurusam IPA (ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Biasanya kelas IPS terdiri dari dua kelas sedangkan IPA satu kelas.
Sekolah masa-masa SMA sungguh sangat menyenangkan dan mengesankan. Indah, lucu banyak cerita, begitu bagian syair lagu “Nostalgia SMA” yang dinyanyikan mbak Paramitha Rusady. Banyak kisah-kisah lucu dan romantis pada masa-masa SMA yang indah itu: Pacaran, berkelahi, membolos, pertandingan olahraga, piknik bersama dan lain sebagainya.
Dari semua kisah-kisah di atas ada kejadian yang berulang-ulang dan tak mungkin saya lupakan. Menjadi ingatan sampai sekarang, ingatan tentang sosok teman baik . Harus saya sebutkan namanya agar pembaca juga tahu siapakah sosok teman baik itu. Namanya Bilal. Belakangan di era media sosial ini saya baru tahu nama lengkapnya adalah Bilal Nugroho lewat akun Facebooknya.
Kami satu angkatan yang sama-sama bandel dan nakal di sekolah, tapi nakal kami berbeda. Saya nakalnya cenderung lengkap yakni berkelahi, bolos, pacaran, merokok, sukak terlambat, mabok, bikin onar di kelas dan jarang mandi. Mungkin masih ada yang lainnya tapi nggak penting untuk diingat. Sedangkan Bilal setahu saya hanya suka terlambat. Hampir setiap hari.
Saya juga sering terlambat sekolah lantaran memang malas atau sengaja terlambat agar tidak ikut pelajaran jam pertama. Dari keterlambatan sekolah itu saya menjadi kenal akrab dengan Bilal, kadang kami saling mengolok saat sama-sama terlambat.
“Cah telatan! Marai bangsane mundur ramaju-maju”, begitu olok-olok saya pada Bilal.
“Cocote. Kowe ya telat we nggaya Pot, Chepot *,” Balas Bilal dengan nada datar sambil tertawa kecil.

Semakin lama saya merasa aneh sebab setiap kali terlambat pasti bareng Bilal. Saya mulai bertanya-tanya sendiri, apakah Bilal memang suka terlambat? Tapi itu perkiraan saya yang memang agak konyol waktu itu. Keterlambatan sekolah Bilal memang harus ditelusuri sebab musababnya. Keterlambatan yang semakin tidak nalar.
Pernah saya sengaja untuk terlambat masuk sekolah dari hari Senin hingga Sabtu. Apa yang terjadi? Ternyata setiap hari saya selalu dibarengi oleh Bilal. Ya, setiap hari Bilal terlambat ke Sekolah. Saya tak menyangka sebab sebelumnya saya pikir Bilal tidak setiap hari terlambat sekolah.
Sejak saat itu saya mulai penasaran dengan Bilal, mengapa selalu terlambat? Apakah Bilal seorang pemalas seperti saya yang seenaknya sendiri? Namun ada satu hal yang saya ihat yaitu mata Bilal selalu merah setiap masuk sekolah. Seperti orang yang kurang tidur atau sering begadang.
Saking penasarannya sepulang sekolah saya main ke rumah Bilal yang sebenarnya masih satu Kecamatan dengan rumah saya. Di rumahnya saya dijamu makan dan minum oleh Bilal. Kedua orang tuanya menyambut dengan baik. Juga Yusup adiknya yang tampak langsung akrab. Saya merasakan kehangatan dalam keluarga Bilal.
Beberapa saat kemudian Bilal berkata kepada saya untuk membantu orang tuanya menyiapkan dagangan. Tentu saja saya mempersilahkan dan kami tetap ngobrol ke sana kemari sambil mendampingi Bilal bekerja.
Menjelang Mahgrib Bilal menata barang dagangan yang berupa nasi dan makanan ringan di gerobak Angkringan. Tak ketinggalan tiga ceret sebagai kekhasan Angkringan Yogyakarta. Semua disiapkannya dengan rapih. Makanan ringan terdiri dari gorengan pisang, tempe, tape, tahu, timus, sate telur puyuh, sate usus, rambak, kacang dan lain sebagainya.
Setelah semuanya siap Bilal dan adiknya mendorong gerobak angkringan ke ujung gang kampungnya, yang di pinggir jalan raya. Di atas trotoar jalan raya yang sering dilewati Bus malam itulah Bilal berjualan menunggu dagangannya. Bilal tampak begitu lihai melayani pembeli membuatkan berbagai macam jeniswedang: jahe, susu,jahe susu, teh, teh jahe, kopi, kopi susu dll.
Ketika hari sudah menjelang malam sekitar pukul tujuh saya pulang ke rumah untuk mandi dan ganti pakaian. Pulang sekolah malam bagi saya sangat biasa dan tidak dimarahi orang tua. Karena memang begitulah saya yang terbiasa hidup seenaknya, keluyuran sesuka hati sepulag sekolah. Setelahnya saya kembali nongkrong di Angkringan Bilal bersama Kohyun, Kintel dan Ibob, teman saya satu sekolah juga.
Saya baru paham mengapa Bilal selalu terlambat sekolah dan matanya selalu tampak merah. Ternyata Bilal berjualan angkringan hingga pagi hari pukul 02:00 WIB. Kemudian masih harus memberesi tenda, mencuci gelas dan piring, mengumpulkan dan membuang sampah, mengemasi barang dagangan yang masih tersisa, dan mendorong gerobag angkringan pulang ke rumah. Setelah semuanya beres Bilal menyiapkan buku-buku mata pelajaran sekolah. Baru sekitar pukul 04:00 WIB Bilal bisa tidur.
Pantas saja setiap hari Bilal terlambat sekolah dan bermata merah, kesempatan tidurnya kurang lebih hanya dua jam. Sebab jam 06:00 harus bangun untuk menyiapkan diri berangkat ke sekolah naik Bus. Di dalam kelas pasti juga mengantuk bahkan sering juga ketiduran. Seperti bintang film laga Mandarin, Jacky Chan yang saking sibuknya shooting hanya sempat tidur dua jam. Bilal memang bukan Jacky Chan tapi semangat hidupnya jauh melebihi Jacky Chan.
Hingga suatu hari kenaikan kelas siswa sekolah sudah tiba, kami semua akan naik kelas 2 SMA. Sayang sekali Bilal menjadi murid yang akan dikeluarkan dari sekolah. Bilal tetap naik kelas dua tapi harus pindah dari sekolah kami. Apakah karena setiap hari terlambat? Mengapa kepala sekolah tidak tahu musabab keterlambatan itu atau malah tidak mau tahu?
Ah, apapun itu Bilal tetaplah temanku yang ramah, tidak pernah marah, giat bekerja, rajin membantu orang tua untuk menghidupi dirinya dan kedua adiknya. Usai lulus sekolah, Bilal sempat merantau kerja di Kalimantan selama beberapa tahun. Lalu kembali lagi ke rumah lantaran kurang betah. Hingga kini Bilal masih setia jualan angkringan bersama anak istrinya.
Bilal temanku yang selalu menjadi ingatan indah di masa remajaku. (S3)