Oleh : Ficky Tri Sanjaya
” Dengan adanya latihan Teater bersama Sanggar Pasinaon, harapannya agar anak-anak masih memiliki ruang relasi sosial dan kepedulian terhadap orang lain”

Ketika mengunjungi untuk kali pertama latihan anak-anak Sanggar Pasinaon, Mojosoongo, Solo. Bagiku melihat anak-anak berlarian bebas, saling ejek, sok mengatur yang lain, berpura-pura serius dia atas panggung, mencari perhatian teman, menjadi hal yang romantis dan nostalgia ingatan dimasa kecil.
Kenangan-kenangan kecil langsung bermunculan saat melihat anak-anak yang kreatif, percaya diri, imajinatif dan sangat ekpresif, sebagaimana wujud khas anak-anak kampung yang bahagia mendapatkan kebebasan pengalaman, ruang dan haknya yang dapat tertampung dalam teater.
“Semasa kecil selain Yogyakarta, Solo adalah rumah kedua bagi pementasan teater yang pernah kuikuti ketika anak-anak. Kala itu memang seingatku yang masih duduk di bangku kelas satu SMP sekitar tahun 2001, pernah menyambangi sebuah daerah di Mojosongo, yaitu rumah seorang seniman Wayang Suket bernama Slamet Gundono.
Kala itu beliau memiliki sanggar teater anak-anak dan panggung kecil di sekitar kampung tersebut. Pertunjukan teater anak dari Jogja ke Solo dulu adalah usaha mempertemukan dan mengapresiasi karya pertunjukan teater anak-anak dari dua komunitas dan daerah; Jogja dan Solo. Penontonnya adalah anak-anak dan masyarakat sekitar daerah tersebut.

Foto dok Sanggar Pasinaon
Bagi saya yang masih anak-anak teater kala itu adalah ruang bermain, sarana bertemu kawan sebaya, serta pengalaman terhadap tempat baru. Bagi anak-anak kampung bertemu dan menjumpai sebuah tempat yang belum pernah mereka dikenal melalui pementasan ke Solo merupakan sebuah keajaiban.
Ke Solo kala itu sebagai anak kampung, seperti hal yang tidak mungkin, karena kondisi ekonomi keluarga. Kesempatan melihat Solo bisa teralami melalui sebuah pementasan teater dan hal tersebut adalah hal istimewa bagi anak-anak seusia saya kala itu. Solo seperti membuka dunia dan cakrawala baru sebagai anak, dimana dunia tidak hanya sebatas kampung tinggal, orang tua, tetangga, sekolah, televisi, majalah, atau video game.
Solo adalah sebuah pengalaman baru. Bertemu daerah bernama Solo adalah sebuah keajaiban-keajaiban kecil yang lahir dan terpenuhi dari sebuah petualangan main-main yang menyenangkan dari teater. Bagi anak kampung mendapat teman baru, ruang baru, petualangan baru, pengalaman baru adalah keinginan naluriahnya.

Foto Dok Sanggar PAsinaon
Keterbatasan kenginginan anak akan keajaiban-keajaiban naluriah tersebut terkadang terhambat atau dibatasi oleh keluarga, lingkungan, serta negara. Penyebabnya utamanya adalah kondisi ekonomi, tekanan sosial, politik, budaya, yang sengaja dibentuk oleh negara dan dunia. Sistem tersebut dibangun sebagai usaha kontrol pengusa pada masyarakatnya agar patuh.
Teater sebagai ruang sosial memiliki peranannya yang memberikan ruang bermain dan pembebasan bagi anak-anak kampung. Anak-anak mengenali dunia sebagai tempat bermain, oleh karenanya ketika bermain dan dengan bermain mereka akan selalu tampak bebas, bahagia, serta merdeka.
Bermain adalah dunia yang menyenangkan, membebaskan anak-anak dari sempit dan menyebalkannya dunia orang dewasa. Usia Anak-anak adalah cakrawala dan romantisme yang indah serta luas bagi hidup orang dewasa yang semakin terbabatasi. Esensi teater adalah memberikan ruang sosial melalui bermain, itulah kenapa anak-anak menyukai teater.”,kata ingatan kepadaku.

Foto Dok Sanggar Pasinaon
Muhammad Safrudyn atau yang akrab dipanggi Udyn Oepewe adalah kordinator latihan anak-anak sanggar Pasinaon, ia salah satu seniman penggerak kelompok seni Kentrung Rock n Rol Solo. Seni Kentrung merupakan kesenian drama rakyat dengan diiringi musik tabuh berupa timlung (kentheng) dan rebana.
Berawal dari sanalah kenapa kemudian Udyn dikenal warga dan ditunjuk untuk membantu mengisi acara dengan mengelola pementasan anak-anak pada perayaan kemerdekaan di bulan Agustus 2014.
Ketika melihat semangat dan antusias anak-anak dalam berlatih tersebut kemudian munculah harapan agar kegiatan tersebut akan berjalan rutin setiap minggu. Ia kemudian mengusulkan agar kegiatan tersebut dikelola bersama muda-mudi kampung Mojosongo.
Udyn mengatakan bahwa proses kegiatan ini murni disokong baik tenaga maupun ekonomi secara sukarela, gotong-royong langsung oleh warga. Kegiatan biasanya dikelola dan dikordinatori oleh teman-teman pemuda yang rata-rata masih duduk di Bangku SMA.

Foto doc Sanggar Pasinaon
Sore itu, para pemuda sedang izin dikarenakan bulan April ini, mereka mendekati ujian sekolah. Kegiatan sanggar Pasinaon secara administratif melibatkan anak-anak di satu Rukun Warga (RW). Namun anak-anak yang aktif ikut berproses hanya dari dua Rukun Tetangga (RT). Selain kegiatan pementasan teater, Sanggar Pasionaon juga memiliki kegiatan lain seperti membaca buku dan mengumpulkan sampah
Yeza kelas 2 SMP berkata jika dengan adanya proses latihan dan persiapan pementasan teater “Bancaan” ini membuatnya tidak bingung untuk berkegiatan dan terhidar dari dimarahi orang tua dirumah. Penyebabnya ialah jika sudah dirumah dan tidak ada latihan dan kegiatan, biasanya dia bingung akan kemana.
Yeza adalah salah satu dari 20 anak-anak yang aktif dan hadir dalam latihan sore tersebut. Walau bukan pemain inti tetapi dia ikut membantu menyusun cerita bersama teman-teman remaja seumuran. Selain Yesa masih banyak pula anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Yesa dan kawan-kawanya yang sepadan (SMP) biasanya meyusun ceritanya. Sementara anak-anak yang sekolah dasar lain akan mengikuti intruksi bersama teman-teman yang lebih dewasa. Cerita biasanya disusun berdasarkan urutannya saja.

Foto Dok Sanggar Pasinaon
Di luar itu anak-anak diberikan keleluasaan membuat dialog yang terkait dengan adegan secara mandiri dan bergantian. Sehingga anak-anak tidak merasa terbebani. Dialog latihan dapat secara natural dan spontan muncul oleh sebab anak-anak diberi kebebasan lebih.
David yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar misalnya dalam beberapa adegan karena sering sulit mengingat dialog, ia kerap didorong melakukan improvisasi dialog yang tidak panjang, sebab yang terpenting dalam dialog adalah inti pesan yang akan disampaikan.
Tentu saja dialog yang diciptakan David terkadang membawa kesegaran tersendiri bagi yang lain, jika kurang tepat teman lain yang lebih dewasa akan membantu. Kemampuan melakukan imrovisasi ini juga merupakan potensi baik yang dimiliki David, sebab tidak setiap anak mampu melakukan hal tesebut.

Foto Doc Sanggar Pasinaon
Ada beberapa yang lain masih asyik berlarian, berteriak, saling ejek, cuek, tertawa, menggerutu, berkasak-kusuk, dan bergerombol. Tetapi yang saya lihat anak-anak sebenarnya dengan tenang saling mengamati dan memperhatikan satu dengan yang lain meski tampaknya selenge’an.
Teater adalah ‘ruang bermain’ anak. Dengan bermain anak-anak belajar memahami sesuatu yang berkaitan dengan dirinya dan orang lain. Sebenarnya bisa disimpulkan ketika melihat anak-anak berlatih, sebenarnya saya tidak sedang menonton anak-anak latihan teater, tetapi sedang melihat mereka bermain seperti harian biasanya.
Kalupun mereka sedang berdialog pentas, serius berdiskusi, membuat dan menhafal cerita, bloking, pergantian, mereka sadar bahwa sedang berpura-pura. Mereka tahu betul bahwa teater adalah ruang bermain dan belajar ‘pura-pura’ yang menyenangkan.
Oleh sebab itu ketika dalam ruang panggung bersama mereka harus ‘pura-pura’ bermain dengan baik. Karena ‘pura-pura’ bermain baik dalam teater adalah modal dan aturan permainan yang menyenangkan, untuk mengenali ketidak pura-puraan orang lain disekitarnya, dalam kerangka “akting” yang dipahaminya.

Foto Dok Sanggar Pasinaon
Melihat teater sebagai ruang ‘bermain’ anak, justru membuat teater tampak lentur, segar, imajinatif, dan menyenangkan. Teater nampak memiliki banyak tawaran potensi dan ruang penciptaan yang tidak terbatas. Setiap karakter dan potensi watak dasar anak dapat muncul secara spontan.
Misal Michail salah satu anak yang turut bermain dalam pertunjukan, ketika ditanya apakah yang menyenangkan saat latihan teater, secara spontan ia berpendapat, karena mendapatkan snack (jajanan). Tentu saja jawaban yang jujur, berani dan tanpa malu-malu tersebut tidak akan terjadi jika yang ditanya adalah seorang dewasa.
Berdasarkan pengalaman semasa kanak-kanak, hal tersebut pasti muncul. Ketidakpuraan bagi anak-anak mengenai jajanan merupakan bagian penting dari perkenalanya terhadap hal baru, kepercayaan dan ekplorasi diri di dalam teater adalah termasuk perkenalanya dengan hal-hal baru termasuk jajanan. Makanan baru yang dicicipinya merupakan modal mengembangkan imjinasi dan pengalamannya bercerita bersama teman sebaya persoalan rasa dan selera dari makanan yang didapat.

Foto Dok Sanggar Pasinaon
Selain berlatih bersama mas Udyn terkadang pula ada beberapa mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang diundang untuk berbagi pengetahuan dan keterampilan bagi anak-anak. Teater sebagai ruang sosial memilki fungsi guna mempertemukan karakter anak satu dengan yang lain.
pertemuan-pertemuan dengan orang dewasa baru pun juga penting bagi anak-anak. Pada akhirnya pertemuan tersebut mampu menjadi kaca anak-anak dalam membayangkan, serta membedakan karakter dirinya dengan orang lain.
Meski malu-malu Ane salah satu anak perempuan yang masih duduk disekolah dasar, saya lihat ia sering mengamati akan kehadiran orang baru. Ia berusaha untuk mendekati dan mengenal lebih jauh, orang baru yang menarik perhatiannya. Ternyata ruang teater yang komunal membuat anak nyaman dan kehilangan rasa takutnya untuk bertemu dan berkenalan dengan orang lain.

Foto dok Sanggar Pasinaon
Ditengah wacana dan isu berita bahwa orang baru dan tidak dikenal merupakan bahaya serta ancaman, ruang teater membantu anak-anak untuk mereduksi dan mengembalikan keberanian anak-anak kedalam relasi sosialnya.
Hal tersebut diamini oleh Udyn dan muda-mudi Mojosongo, usahanya mengumpulkan anak-anak dalam Sanggar Pasinaon adalah agar anak-anak, sebagai generasi penerus masih memiliki nilai relasi sosial dan kepedulian terhadap sesama.
Sebagai usaha menumbuhkan relasi sosial dan kepedualian Sanggar Pasinaon sangat tertib dalam menerapkan komitmen jadwal berkumpul, oleh sebabnya anak-anak di didik pula kerjasama dan saling menghargai komitmen yang telah disepakati bersama.

Foto Dok Sanggar Pasinaon
Setiap anak diberi tanggung jawab untuk mampu mengatur waktunya secara mandiri dengan kegiatan yang ada dirumah dan disekolah. Dorongan secara kultural dan sosial tersebut membuat anak-anak saling mengingatkan, secara bertahab mereka juga belajar berorganisasi, memehami relasi sosial dan tanggung jawab pribadi dalam kelompok secara natural.
Ternyata dengan keberadaan sanggar Pasinaon tidak hanya anak-anak yang berubah, warga (orang tua anak-anak) dan pengurus kampung ikut berubah. Beberapa orang tua beranggapan pasca berkegiatan di Sanggar Pasinaon anak-anak menjadi lebih tertib.
Tampak sekali perkembangan serta perubahan karakternya kearah yang lebih mandiri dan bertanggung jawab sebagai pribadi. Tentu saja kepercayaan orang tua akan anak tersebut tidak dengan mudah diperoleh, butuh proses dan bukti.

Foto Dok Sanggar Pasinaon
Prestasi demi prestasi yang telah diraih anak -anak Sanggar Pasinaon dalam pertunjukan mewakili kampung dalam proses panjang adalah penyebabnya.
Anak-anak sanggar Pasinaon kerap mengikuti perlombaan teater dan menang, sehingga sering pula mendapatkan undangan berpentas lawatan ke sanggar seni lain, serta acara-acara seni di sekitaran Solo dan luar daerah, baik dengan ataupun tanpa sokongan dana.
Bahkan mas Udyn sebagai kordinator tidak selalu mendampingi kepergian anak-anak disetiap acara dan undangan pentas. Ketika undangn pentas biasanya jika dia tidak bisa, ia segera berkordinasi dengan pemuda atau menunjuk warga yang lain yang dapat membantu sebagai penanggung jawab.
“ketika undangan tiba biasanyanya, ia akan kabarkan berita langsung ke anak-anak, secara otomatis orang tua dan warga sekitarpun akan segera mengetahuinya. Kemudian warga dengan inisiatif mandiri akan menanyakan kebutuhan konsumsi dan transport anak-anak.

Foto Dok Sanggar Pasinaon
Jika belum ada sokongan, warga akan bergotong royong membantu secara pribadi. Sumbangan gotong royong tenaga dari warga dan sokongan dana, seusai pertunjukan akan dicatat oleh muda-mudi yang menjadi kordinator sanggar.
Setelah acara selesai kodinator anak-anak akan melaporkannya kepada orang tua yang anak-anaknya turut terlibat dalam pertunjukan. Dari sanalah jiwa sosial, kemandirian, penghargaan serta kepercayaan masyarakat Mojosongo tumbuh pada teater dan anak-anak, yang bersumber dari usaha Sanggar Pasinaon, ” ujar mang Udyn.
Yogykarta, 21 Apri 2018
Penulis

Ficky Tri Sanjaya Anak muda dari Kampung Mergangsan Yogyakarta yang gemar menulis, membaca dan berkesenian. Aktif di media sosial dengan akun instagram @fickysanjaya.
Sejak kelas IV sekolah dasar (SD) 1997 telah kerap berpentas pantomim, teater, tari, antara lain banyak bermain bersama Anak Wayang Indonesia, Bengkel Mime Theatre, Fitri Dance Work.Kini suka dan aktif menulis seni pertunjukan, tulisanya dimuat diberbagai media lini masa. Sejak 2019 hingga kini bekerja sebagai program manajer di Konferensi Pertunjukan dan Teater Indonesia.
Bersama Istrinya seorang sutradara teater, 2015 Mendirikan Institut Hidup dan mulai memproduksi karya pertunjukan.