Jumat, Oktober 31, 2025
No menu items!

Benda-Benda, Cahaya, dan Sebutir Tubuh dalam Sejenis Antara

Must Read

            1.

Sesampainya di ruang pertunjukkan, kau cari posisi duduk yang dirasa nyaman. Setelah duduk-bersandar, kau lekas saja tercuri pada instalasi yang ada di atas panggung. Sekalian penonton bergegas masuk dan mencari posisi yang pas dan luang. Di panggung itu, di area yang dibatasi kabel dan komposisi lampu, kau dapati sosok Agatha tengah berbaring, berguling-guling kecil. Instalasi itu amat memukau dan berhasil mencuri fokus perhatian. Instalasi itu, bagimu, tampak menjelma sejenis kubus; dan pertunjukan itu seperti berlangsung dalam sejenis akuarium. Tali, yang kemudian kau tahu itu melar dan berupa karet, bergelantungan dan menjelma seperti akar pohon tapi juga seperti pipa. Di bawah itu, ada Agatha yang berbaring di atas kain dan memakai kain pula serta semacam jas hujan. Di sekeliling area itu, ada seperti lampu lilin yang memutari, mengelilingi: berwarna kuning, terang dan begitu bening… Sound mengeluarkan bunyi yang berulang magis: membawamu kepada semesta performatik. Cahaya lampu biru; dan memberi suatu perasaa haru padamu.

Sebuah bunyi menanda! Agatha pun bangun dari semacam tidur. Ia menatap alas yang mana, bagi sepasang matamu, tampak seperti kaca atau alumunium foil, atau apa pun yang memantul. Dengan pelan dan perlahan, ia matikan lampu-lampu kecil kuning itu. Ia seperti memadamkan lilin; tapi dengan tangan yang ganjil. Ia mematikan lilin itu satu per satu, perlahan, dengan menyeret tubuh: bahkan sepasang tangannya memapah kaki. Dan kau tentu tahu, bahwa kerja itu akan dilaku satu per satu itu; tapi, kerja itu, bagimu, meski tertebak dan seperti kerja yang membosankan, tapi begitu berhasil memukaumu dan membetahkan fokusmu untuk menyaksi. Dan bagimu, kala itu, kerja demikian telah menjelma jadi sejenis ritus…

Setelah itu, Agatha bangkit. Lampu berganti warna: jadi merah! Komposisi itu, tentu, bagimu, menjelma suatu horor; tapi juga tampil menjerat dan memukau mata. Horor itu indah; dan indah itu horor. Di sepasang matamu, ia tampak seperti menari. Ia meraba tali, yang kemudian kau tahu begitu lentur dan mulur itu, seperti merabai sesuatu yang karib: diri sendiri barangkali. Ia melepas jas hujan, dan kemudian melipatnya… Lampu pun berganti lagi: putih! Dan kau baru sadar, semua properti dan material panggung itu berwarna serupa. Ia pun mulai menari lagi: menerka tali-tali, menerka diri. Beberapa tali ia belitkan pada tubuhnya, pada tangannya yang menyentuh. Suara gesekan tali dan seng besi ruangan itu berulang mencuri dengar: jadi kontra sekaligus penunjang sound yang dikeluarkan pengeras suara. Adegan itu, kalau tepat disebut sebagai adegan, tampak bergerak antara menjahit dan menjerat: sekaligus terjahit dan terjerat…

Ia mengambil kain di bawah yang jadi alas. Ia letakkan di tubuh, seperti baju dan juga kerudung lantas menjemur di tali yang telah ia buat sedemikian rupa. Ia lakukan itu berulang pada tiap kain dengan pelan mendalam: membuatmu tergoda bertanya: Apa yang dirasa tubuh Agatha? Setelah habis, dan hanya menyisa kain dengan tempelan benda memantul itu, ia pun mengambil tali kolor kecil yang panjang dan lantas membaginya keempat sisi, ke penonton di tiap sisi: 4 arah. Saat itu, bagimu, ia seperti keluar panggung: sedikit menyentak dengan tanya tanpa kata: Apa batasan panggung tadi memang ada, apa memang akuarium?

Setelah genap terbagi tali keempat sisi, ia pun mulai guna memutar. Ya, tali itu masih ia pegang pula! Juga, betapa tali-tali dari atas itu pun masih melekat. Ia kembali tampak bergerak pada kisaran mengikat dan menjerat, terikat dan juga terjerat. Kepalamu, yang betah menerka itu, telah menerka adegan itu sampai pada suatu titik. Namun, kau tetaplah terpukau, tetaplah betah untuk menontonnya… Ia pun memutar perlahan, memutar dan memutar. Tubuh Agatha, tubuh tarinya, tubuh biografinya barangkali pula, pada adegan itu, seperti didefinisi oleh tali-tali yang melilit, diberi sejenis arti oleh gerak memutar. Dan di satu titik, kau kembali bertanya: Apakah ia tak mau berteriak? Satu penonton, Juwita, memutuskan maju untuk mengikuti tali itu, tetapi akhirnya lepas juga, begitu juga penonton di sisi lainnya… Ah, suatu sesak yang kau alami—

Kemudian, Agatha tampil sebagai tubuh yang berupaya melepas, tubuh yang hendak melepas ikatan itu. Dan kau menikmati kerja melepas tali-tali yang terlilit itu: seperti turut mengalami pembebasan ganjil. Dan kau nikmati adegan itu, sebab ia tak melepaskan sambil meronta dan tergesa; meski energi meronta itu, bagimu, bisalah terasa. Ia melepas seperti di dalam alur tari lembut. Dan itu, bagimu, tentu, terasa seperti magi tersendiri: melepas, mengudar tali dengan pelan. Lagi-lagi: horor yang indah, indah yang horor! Dan, tali-tali yang melilit itu pun lepas! Ia menuju kain bertempel kotak-kotak yang memantulkan cahaya, memantulkan terang lampu berwarna. Ia mengeksplor kain itu; dan menjadikannya sejenis baju-pakaian. Lantas, hentakan! Ah, kau terkajut! Lampu tampil dengan bermacam warna. Ia, Agatha, memutar; menampilkan kotak-kotak, 12 bujur sangkar, ke seluruh sisi. Ada suatu pantul di dinding. Ah indah…, tetapi juga terasa perih dan pilu. Lantas, lampu padam; pertunjukkan selesai dan dicukupkan. Tepuk tangan pun riuh kedengaran.

2.

Menyaksikan pertunjukan Agatha di Sakatoya Collective Space pada 8 Juni lalu, bagimu, telah memberi suatu tawaran guna menilik kembali perihal relasi antara tubuh, ruang, suara, dan juga benda-benda. Amat kau ingat, dalam diskusi setelah pertunjukan berjudul “Tapak Sakral” itu, Agatha mengatakan bahwa benda-benda yang muncul, selain properti milik Sakatoya, adalah benda-benda yang dikumpulkan: benda-benda dari beberapa kerja yang telah lalu dan dilakoni. Dan sebab itu pula, benda-benda itu punya relasi dengan tubuh yang khas: biografi dan sejarah yang beririsan, terkurasi sebab serangkaian relasi pribadi dan muncul kembali dalam kerja yang lain lagi. Dan amatlah kau ingat pula, bahwa Agatha berkata bahwa ia lebih sering bekerja pada urusan artistik, khususnya cahya; lantas, bagimu, hal itu begitu terasa: mata yang biasa melihat-tonton tubuh dan gerak di panggung lantas mengarahkan cahaya kini menjadi tubuh yang mana menyesuaikan dan disesuaikan dengan cahaya dan artistik panggung. Namun, jelaslah, bagimu, relasi antara tubuh Agatha, benda-benda, ruang, suara, dan juga cahaya, bahkan juga tubuh dari penonton mendapati ruang yang pas—dan andaipun muncul kekikukan, agaknya, bisa dikata, itu adalah kekikukan yang cukup sesuai berada di sana.

Dan ketika kau menimbang kembali dengan kerangka kuratorial program, yang juga mencoba untuk mengajukan suatu eksperimen dalam presentasi, kau mendapati hal cukup bisa dikatakan selaras. Sepasang matamu, tentu sepasang mata yang canggung itu, melihat bahwa ada banyak hal yang sebab begitu karib berelasi menjadi blur; tetapi blur tadi jugalah berhasil mengundang untuk menelusuri kembali: meraba-menyentuh kembali. Ketika mencermati kembali gerakkan, ataupun seperangkat laku, yang disuguhkan Agatha, dapatlah dikata, gerak itu adalah gerakan yang lumrah dan sehari-hari; tetapi oleh Agatha telah dibawa ke panggung dan mendapat ruang untuk dimaknai kembali. Membawa gerak sehar-hari ke panggung, melakukan gerak lumrah tetapi dengan benda yang lain, melakukan sesuatu pada benda tapi kini pada tubuh, setidaknya, dalam kasus pertunjukan “Tapak Sakral” telah membuat ruang blur dan ajakan untuk menilik tadi kian subur meronta. Dari hal demikian pula, sepulang dari pertunjukan, meski agak pribadi, kau jadi kembali bersemangat untuk menilik kembali relasi tubuhmu dengan benda-bendamu, dengan ruang di mana kini kalian berada. Namun, sebagai seorang yang diasuh dan dibesarkan oleh bahasa, sepulang dari pertunjukan Agatha, kau tentu saja tergoda bertanya, terlebih ketika relasi ruang, tubuh, benda, dan suara begitu tebal, yaitu: Di manakah bahasa berada? Ah, kau tahu, tapi masih saja ragu… []

(Yogyakarta, Juni 2025)

PENULIS

Polanco S. Achri

adalah penyair dan penulis prosa yang bermukim-lahir di Yogyakarta. Esai-esainya berkisar antara otobiografi, catatan studi, serta ulasan seni. Selain menulis, kadang, ia juga jadi kurator pameran, sutradara pertunjukan, dan produser film dokumenter kecil-kecilan. Ia dapat dihubungi di Instagram: polanco_achri.

- Advertisement -spot_img

2 KOMENTAR

  1. Terima kasih banyak mas atas ulasannya ♡ juga terima kasih atas apresiasinya terhadap pertunjukkan yg saya tampilkan di Sakatoya, semoga bisa dipertemukan lagi diproses yg lain ya mas. Salam 🙏🏽

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

Sejenak Berhenti dan Tanya tentang Apa yang Mesti Dilaku setelah Ini

1. Setelah makan, dan menggenapi beberapa urusan, kau berangkat ke tempat pertunjukan; dan kau sadari, cukup sering menonton pertunjukan atau...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img